Selasa, 09 Juni 2009

tarekat masuk ke indonesia

Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi pedagang Arab, India dan Persia.
Gelombang perpindahan besar-besaran umat Islam berikutnya terjadi pada 264 H/878 M, akibat pemberontakan Huang Chao di Cina Selatan di mana sekitar 120 atau 200 ribu pedagang dari barat – sebagian besar Muslim – dibunuh. Sebagian yang selamat melarikan diri ke Kalah di pesisir barat semenanjung Malaysia serta di San-fo-chi (Palembang).
Perkampungan pedagang Muslim lainya disebutkan terletak di Champa pada 430 H/1039 M dan di Jawa 475 H/1082 M. Sungguhpun banyak perkampungan Muslim, terkesan tidak ada kegiatan dakwah yang menonjol hingga akhir abad 7 H/13 M. Baru terjadi kegiatan dakwah yang meningkat pada awal abad 8 H/14 M dan terus menguasai seluruh kepulauan dalam abad berikutnya. Mengapa?
Kegiatan dakwah yang bangkit sejak awal abad 8 H/14 M dan terus berkembang, dimotori oleh kaum sufi. Dalam hikayat lokal dan tradisi-tradisi lisan, terdapat banyak keterangan tentang faqir (darwis), wali (orang suci), dan syekh (guru) di kalangan penyebar awal Islam di berbagai wilayah selama abad 7 – 8 H/13 – 14 M. Semua ini adalah istilah teknis yang terdapat dalam kosakata tasawuf, yang tetap dipertahankan, sehingga memberi kesan kuat bahwa para penyebar ini adalah kaum sufi.
Gerakan dakwah Muslim telah berjalan di pesisir timur Jawa di wilayah Gresik yang dipimpin Maulana Malik Ibrahim yang merupakan keturunan dari Zain Al Abidin, seorang cicit Nabi. Konon dia tinggal di Jawa sebagai juru dakwah selama lebih dua puluh tahun, yang diteruskan oleh anak keturunannya seperti Sunan Giri, Sunan Bonang dan Sunan Drajat.
Ada pendapat, islamisasi Jawa tidak lepas dari peran penting Malaka. Sebagai contoh, Sunan Giri dan Sunan Bonang telah belajar di Malaka selama setahun dibawah bimbingan Syekh Wali Lanang.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh menjadi penerusnya sebagai pusat perdagangan Muslim. Aceh mencapai puncak dalam bidang militer dan kekuatan perdagangan serta menyaksikan pertumbuhan tasawuf, yang melahirkan zaman keemasan peradaban Melayu, khususnya menyangkut intensitas kehidupan intelektual dan spiritual.
Selama itu hiduplah sufi-sufi Melayu besar seperti Hamzah Al Fanshuri dan Syams Al-Din Al-Sumatrani, dan diikuti oleh figur-figur sufi seperti Nur Al-Din Al-Raniri dan Abd Al-Ra’uf Singkel. Melalui sejumlah tulisan dan penyebaran tarekat-tarekat sufi, mereka memberikan kontribusi signifikan pada islamisasi Kepulauan Nusantara.
Tarekat yang pernah berkembang di Indonesia cukup banyak, akan tetapi sebagian daripadanya hanya tinggal nama. Memang untuk sampai pada kesimpulan apakah tarekat itu masih ada, mengajarkan dan melakanakan amalan secara lengkap, dan apakah masih ada pengikutnya, perlu penelitian lebih mendalam .
Menurut satu sumber, dewasa ini di seluruh dunia ada 43 macam tarekat, Apakah semuanya ada di Indonesia? Lagi-lagi perlu penelitian lebih mendalam. Beberapa tarekat yang popular di Indonesia hingga sekarang, antara lain : Tarekat Tijaniah, Tarekat Sanusiah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat Syattariyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Khalawatiyah, dan Tarekat Naqsyabandiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar