Jumat, 15 Mei 2009

MAKALAH
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEBANGKITAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur pada Mata kuliah Ilmu Pendidikan





Disusun oleh :
Ai Sri Wahyuningsih
Ginal Huda



JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan tentang berbagai masalah lembaga pendidikan amat penting diketahui oleh para pemerhati dan praktisi dibidang pendidikan islam terutama dalam perumusan konsep serta pengambilan kebijakan kebijakan dibidang pendidikan islam.
Selain dari itu masalah yang berkaitan dengan pendidikan islam sangatlah luas, diantaranya historis, kurikulum, metodologi, pengajar dan existensi lembaga-lembaga pendidikan islam.
Apabila kita tidak mengetahui semua itu, maka bukan hal yang tidak mungkin apabila kedepannya pendidikan akan terpuruk, maka dari itu penyusun tertarik untuk membuat makalah dengan tema sejarah pendidikan islam dengan mengambil judul makalah “PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEBANGKITAN”mudah-mudahan dengan disusunnya makalah ini sedikit banyak dapat memberikan kontribusi bagi kita sebagai pemerhati pendidikan. Segala permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan terutama dari sisi sejarah.

B. Rumusan Masalah
Agar mempermudah penulisan, maka penulis membuat rumusan masalah yang sesederhana mungkin guna menghindari terjadinya kesimpang siuran dalam pembahasan, adapun rumusan masalah tersebut penulis buat berbentuk pertanyaan yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan islam?
2.
3. Bagaimana pendidikan islam di Mesir, Turki, dan Irak?






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam

Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat, 1996: 25) Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Hasbullah,2001: 4)
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah Drajat,1996: 25)
Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).




B. Masa kebangkitan Islam
Tahun 2006 lalu berakhir nyaris bertepatan dengan salah satu momen penting dalam peribadatan kaum Muslimin, yaitu ibadah haji. Pada akhir tahun 2008, pergantian tahun masehi (solar calendar) juga akan nyaris berhimpitan dengan pergantian tahun Islam/ hijriah (lunar calendar). Kini, seperempat abad lebih sudah berlalu sejak kaum Muslimin memasuki abad hijriah yang baru, yaitu abad kelima belas hijriah, yang jatuh kurang lebih bertepatan dengan tahun 1980 masehi (atau lebih tepatnya pada bulan November 1979).
Kehadiran abad kelima belas hijriah ketika itu telah dijadikan momentum kebangkitan kembali umat Islam oleh sebagian ulama dunia. Abad lima belas hijriah pun dicanangkan sebagai abad kebangkitan Islam. Selama beberapa tahun lamanya, gaung kebangkitan terdengar keras di dunia Islam. Optimisme merasuk ke sepenjuru belahan masyarakat Muslim. Namun, setelah berlalu seperempat abad, optimisme itu tak lagi terdengar dibicarakan, seolah tenggelam dan tergilas oleh himpitan fakta-fakta pedih yang bertubi-tubi menghantui kaum Muslimin pada hari ini.
Isu kebangkitan Islam yang dimunculkan pada tahun 1980-an bisa dipahami dalam dua konteks, yang pertama bersifat ideal dan yang kedua mengacu pada realitas temporal yang berkembang pada saat itu. Yang pertama, harapan ini berangkat dari refleksi dan analisa sebagian sejarawan yang melihat peralihan kepemimpinan peradaban dunia setiap kurang lebih tujuh abad sekali. Entah seberapa kuat perhitungan ini bisa digunakan sebagai pembenar dari harapan di atas, tapi angka tujuh itu sendiri tampaknya merupakan angka yang bisa diterima dan setidaknya mengacu pada fakta-fakta historis tertentu. Peradaban Islam sendiri muncul dan berkembang selama tujuh abad pertama hijriah untuk kemudian mengalami kemunduran secara gradual, juga kurang lebih selama tujuh abad. Dengan demikian, pada tahun 1400 hijriah, kaum Muslimin telah menggenapi dua siklus sejarahnya. Konsekuensinya, abad berikutnya tentu merupakan awal dari siklus baru peradaban mereka, yaitu kebangkitan kembali peradaban kaum Muslimin.
Yang kedua terkait dengan perkembangan dunia Islam pada masa itu. Sebagaimana yang dijelaskan Akbar S. Ahmed dalam bukunya Postmodernism and Islam, dunia Islam pada tahun 1970-an – yaitu menjelang tahun 1980 – memang penuh dengan peristiwa optimistis bagi kaum Muslimin. Pada tahun 1973 terjadi Perang Arab-Israel (Perang Ramadhan) yang secara umum dimenangkan oleh kaum Muslimin, walaupun perang akhirnya dihentikan lewat gencatan senjata. Setelah perang tersebut, Raja Saudi Arabia, Faishal, segera melakukan blokade minyak terhadap Israel dan Amerika yang sangat memukul kekuatan Zionis tersebut. Perusahaan minyak Aramco dinasionalisasi oleh Faishal pada tahun berikutnya. Jenderal Zia ul-Haq melakukan kudeta di Pakistan pada tahun 1977. Ia kemudian berusaha melakukan proses Islamisasi di negeri tersebut.
Di tanah air sendiri, tahun 1980-an memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan yang sangat kentara. Perjuangan siswi-siswi Muslimah di sekolah-sekolah negeri untuk mengenakan busana Muslimah di sekolah berjalan penuh tantangan dan benturan keras sebelum akhirnya mereka berhasil mendapatkan ijin tersebut di tahun 1991. Itu merupakan salah satu contoh gejala kebangkitan di skala mikro. Di tingkat nasional sendiri, tahun 1980-an menandai puncak ketegangan antara kaum Muslimin dengan pemerintahan Orde Baru. Memuncaknya konflik tersebut pada saat yang bersamaan juga membawa pada suatu titik balik yang bernilai positif, yaitu semakin berpihaknya Orde Baru kepada kaum Muslimin. Pada awal tahun 1990-an, tidak seperti masa-masa sebelumnya, kebijakan pemerintah Indonesia sudah banyak mengakomodasi kepentingan kaum Muslimin. Kendati situasi politik dan ekonomi di negeri ini mengalami destabilitas di penghujung dekade tersebut, berbagai perkembangan positif kaum Muslimin terus berlangsung sampai ke masa-masa sekarang ini.
C. Pendidikan Islam Pada Masa Kebangkitan
a. Pendidikan Islam di Mesir
Setelah jatuh kota Baghdad diserang oleh Tartar (Hulako) tahun 685 H/1258 M, lalu Hulako memerintahkan supaya khalifah Abbasiyah, Al-Musta’shim dan ulama-ulama serta pembesar-pembesar lainnya dibunuh mati semuanya. Oleh tentara Hulako dilakukan pembunuhan besar-besaran selama 40 hari lamanya. Keluarga khalifah, ulama dan pembesar-pembesar habis terbunuh semuanya kecuali anak-anak bayi yang dijadikan tawanan dan budak belian atau orang-orang yang dapat melarikan diri sebelum terbunuh.
Kitab-kitab dan buku-buku dalam perpustakaan dibakar habis semuanya dan kulitnya yang baik dijadikan sepatu tentara. Dengan demikian berakhirarlah sejarah khalifah di kota Baghdad sehingga kota itu menjadi sunyi senyap, tak ubahnya seperti negeri dikalahkan garuda.
Pada tahun 659 H/1261 M Sultan Namluks di Mesir, mengangkat salah seorang anak khalifah Abbasiyah yang dapat melarikan diri dari Baghdad ke Mesir menjadi khalifah, berkedudukan di Kairo. Dengan demikian Ibu kota alam Islami berpindah ke Kairo, Mesir. Begitu juga pusat pendidikan dan pengajaran berpindah pula ke Kairo, ke Al-Jami’, Al-Azhar. Pada masa Sultan Baibars (658-676 H-1260-1277 M) Al-Azhar meningkat kemajuan yang gilang gemilang, menjadi pusat Ilmu pengetahuan terutama ilimu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Pada masa Sultan Qalawun (678-689 H-1279-1290 M) Mesir sedikit aman dan tentram, lalu Sultan Qalawun mendirikan rumah sakit yang difasilatasi dengan bilik tempat praktikum kimia, serta cukup bermacam-macam alt kedokteran. Selain itu Sultan Qawalun juga mendirikan perpustakaan untuk umum yang berisi macam-macam kitab dala berbagai ilmu pengetahuan. Dalam madrasah itu diajarkan fiqih dalam empat madzhab.
Pada masa Sultan An-Nashir (693-741 H - 1293-1341 M) Mesir mencapai tingkat yang tertinggi. Beliau bukan saja melakukan perbaikan dalam bidang perekonomian, bahkan juga memajukan dan menyebarkan ilmu engetahuan. Pada masanya didirikan gedung-gedung besar yang tidak terhitung banyaknya.
Pendeknya pada masa Sultan-Sultan Mamluks memerintah Mesir, madrasah-madrasah itu bertambah banyak bilangannya. Kebanyakan didirikan oleh Sultan-Sultan dan setengahnya didirikan oleh orang-orang kaya. Menurut riwayat bahwa madarasah-madrasah di Mesir (Kairo) pada pertengahan abad ke-9 H (15 M) berjumlah 45 madrasah dan seluruhnya 70 madrasah.
b. Pendidkan Islam di Turki
Pendidikan dan pengajaran pada masa Usmaniyah Turki mengalami kemunduran, terutama di wilayah-wilayah seperti Mesir, Baghdad dan lain-lain. Yang mula-mula mendirikan madrasah pada masa Usmaniyah Turki adalah Sultan Urkhan. Kemudian diikuti oleh Sultan-sultan keluarga Usmaniyah Turki dengan mendirikan madarasah-madrasah. Memang Sultan-sultan Usamaniyah banyak mendirikan mesjid-mesjid dan madrasah-madrasah tetapi tingkat pendidikan dan pengajaran itu tidak mengalami perbaikan dan kemajuan sedikitpun.
Pada masa itu banyak juga perpusatakaan yang berisi kitab-kitab. Tiap-tiap orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab-kitab itu. Bahkan banyak pula ulama, guru-guru ahli sejarah dan ahli syair pada masa itu. Tetapi mereka itu hanya mempelajari kaidah-kaidah ilmu agama dan bahasa arab, serta sedikit ilmu berhitung untuk membagi harta warisan dan ilmu miqat untuk mengetahui waktu sembahyang.
Mereka tidak terpengaruh oleh pergerakan ilmiyah di Eropa dan tidak pula mau mengikuti jejak zaman kemajuan dunia islam pada masa Harun Ar-rasyid dan masa Al-Makmun, yaitu masa keemasan dalam sejarah islam. Sistim pengajaran pada masa itu ialah dengan menghafal matan-matan, seperti matan Aj-jurumiyah, matan taqrib, matan alfiyah, matan sulam, dan lain-lain meskipun murid-murid tidak mengerti maksudnya. Setelah murid-murid menghafal matan-matan itu barulah mereka mempelajari syarahnya, kadang-kadang serta hasyiahnya. Dengan demikian pelajaran itu bertambah berat dan bertambah sulit untuk menghafalnya. Demikianlah keadaan pendidikan dan pengajaran pada masa Usmaniyah Turki.
c. Pendidikan Islam di Irak
Era keemasan Islam di Baghdad ditandai dengan berkembangnya ilmu agama, filsafat dan ilmu pengetahuan. Khalifah mendorong para ulama dan sarjana untuk berlomba-lomba mengkaji ilmu. Dengan tawaran gaji, fasilitas, dan hadiah yang besar, para sarjana Islam menerjemahkan sederet karya-karya ilmiah dari Yunani, Persia, Syria, dan Koptik ke dalam bahasa Arab.
Gerakan penerjemahan itu berlangsung selama 100 tahun. Awalnya, pendidikan dilaksanakan di masjid atau di rumah-rumah. Para ulama mengajar dengan sistem halaqah (pertemuan). Waktu itu beberapa masjid sudah dilengkapi dengan perpustakaan. Lembaga pendidkan dasar-menengah disebut kuttab.
Kekuatan penuh kebangkitan Timur mulai tampak setelah Baitulhikmah yang didirikan Khalifah Harus Ar-Rasyid sebagai lembaga penerjemah berkembang menjadi perguruan tinggi, perpustakaan dan lembaga penelitian pada era Khalifah Al-Ma’mun. Baitulhikmah memiliki koleksi ribuan judul ilmu pengetahuan. Perpustakaan besar itu didesain khusus. Di dalamnya terdapat sebuah ruang baca yang sangat nyaman. Tak hanya itu, Baitulhikmah juga menjadi tempat-tempat tinggal bagi para penerjemah. Secara rutin, para ilmuwan menggelar diskusi-diskusi ilmiah. Baitulhikmah juga digunakan sebagai tempat pengamatan bintang. Kehadiran Baitulhikmah mendorong Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, filsafat, ilmu kesusasteraan dan syariat Islam di seluruh kerajaan Islam - termasuk dunia. Al-Ma’mun mempercayakan tugas penerjemahan di Baitulhikmah kepada Yahya bin Abi Mansur serta Qusta bin Luqa, Hunain bin Ishaq dan Sabian Sabit bin Qurra.
Ketika Al-Ma’mun mendirikan Baitulhikmah, ia sempat mengirimkan utusan kepada Raja Roma, Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani kuno untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada tahap awal, para ilmuwan di Baitulhikmah menerjemahkan karya-karya bidang kedokteran dan filsafat. Setelah itu, karya-karya dalam bidang matematika, astrologi, dan ilmu bumi mendapat perhatian. Prestasi yang menonjol yang dihasilkan para sarjana di lembaga itu adalah penemuan susunan peta bumi. Pada masa itu juga diketahui cara menentukan arah kiblat bagi umat Islam untuk melaksanakan shalat. Ghirah ilmu pengetahuan dan agama di era keemasan Dinasti Abbasiyah itu telah melahirkan sederet sarjana dan ilmuwan besar yang berpengaruh, seperti Al-Kindi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam di Baghdad turut mewarnai dan berpengaruh terhadap kota-kota lain seperti Kairo, Basra, Kufah, Damaskus, Sarkand, Bukhara, dan Khurasan. Para pelajar yang datang dari berbagai wilayah ke Baghdad, kemudian mengembangkan pengetahuan di tanah kelahiran mereka masing-masing. Dinasti Abbasiyah (750-1258) bermunculan para filusuf, ilmuan, dan sentar ilmu. Puluhan perpustakaan besar (maktabah) didirikan, termasuk Perpustakaan Baghdad yang diawasi langsung oleh khalifah. Selain karya-karya asing, buku karya ilmuan muslim sendiri juga ada di Perpustakaan Baghdad ini. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.
Khalifah yang membangun cikal bakal Perpustakaan Baghdad adalah al Mansyur (754-775). Ia memulai kegiatan ilmu ini dengan memerintahkan penerjemahan buku-buku asing. Ia juga membangun gedung khusus yang menjadi cikal-bakal baitulhikmah yang dibangun oleh al Ma’mun (813-833). Baitulhikmah kemudian menjadi perpustakaan besar dengan segala aktivitas intelektualnya. Perpustakaan yang dibangun dengan susah-payah pada masa Abbasiyah dihancurkan seketika oleh pasukanMongol (1258). Mereka membakar atau membuang ke Sungai Tigris koleksi buku Perpustakaan Baghdad. Ini adalah pemusnahan buku paling mengerikan dalam sejarah perpustakaan Islam. Tumpukan api unggun pembakaran buku Perpustakaan Baghdad konon menyamai ketinggian menara Masjid Agung Baghdad.

Rabu, 06 Mei 2009

Membangun Budaya Demokrasi melalui Pendidikan

Membangun Budaya Demokrasi melalui Pendidikan
Perilaku elite politik politik partai “kecil” yang menyangsikan kejurdilan Pemilu 1999 tanpa bukti dan argumentasi yang jelas, bertingkah “inkonstitusional” dengan tetap bertahan diri meskipun partainya jelas-jelas tidak dipilih rakyat atau minta jatah kursi di parlemen yang amat-sangat tidak rasional, setidaknya memberikan gambaran bahwa kita masih belum memiliki budaya demokrasi seperti yang diharapkan.

Tampaknya, menerima kekalahan menjadi sebuah idiom yang amal mahal harganya. Ada saja “manuver” yang mereka lontarkan untuk membentuk opini publik bahwa partainya telah dicurangi, dipinggirkan, atau dijegal.
Pada satu sisi, kondisi semacam itu memang bisa menjadi sinyal dinamika politik yang bertahun-tahun lamanya terpasung dalam belenggu rezim Orde Baru. Namun, pada sisi yang lain, hal itu bisa memberikan citra demokrasi yang tidak sehat bagi rakyat, bahkan akan menjadi bumerang bagi elite politik itu sendiri dalam membangun dan mengibarkan bendera partainya pada masa-masa mendatang. Rakyat jadi kehilangan simpati dan kepereayaan.
Terlepas dari hiruk-pikuk politik yang hingga kini masih dan akan terus berlangsung, agenda penting dan urgen untuk segera digarap ialah membangun budaya demokrasi yang sehat, sehingga memiliki apresiasi yang tinggi dan andal terhadap sikap fair, jujur, ksatria, elegan, dan lapang dada terhadap apa pun hasil yang telah disepakati bersama lewat proses demokrasi. Jangan sampai terjadi, “trik-trik” politik yang tidak sehat semacam itu menjadi “patron” dan referensi bagi generasi berikutnya dalam memangun demokrasi. Harus ada upaya serius dan intens untuk menyosialisasikan cara-cara demokrasi yang ideal secara simultan dan berkelanjutan.
***

Ironis memang. Di tengah-tengah gencarnya tuntutan dan suara untuk membangun Indonesia Baru yang lebih demokratis di bawah pemerintahan yang bersih, berwibawa, reformatif, dan legitimated, justru tidak sedikit politisi yang berkarakter oportunis, arogan, dan mau menang sendiri, yang sangat bertentangan secara diametral terhadap prinsp-prinsip demokrasi yang mengedepankan nilai kebebasan, kesamaan, persaudaraan, kejujuran, dan keadilan. Padahal, harus diakui, mereka memiliki kualifikasi pendidikan formal yang tinggi. Bejibun jumlah politisi jeblan Sl, S2, S3, bahkan yang bergelar profesor sekalipun.
Fenomena di atas tentu menarik disimak, sebab ada kecenderungan asumsi, tinggi-rendahnya tingkat pendidikan tidak (kurang) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya iklim demokrasi yang sehat. Kalau demikian. apakah selama ini duniapendidikan memang nihil dari sentuhan pembelajaran demokrasi? Tidak adakah ruang berdemokrasi dalam wacana pendidikan kita sehingga (nyaris) mandul dalam melahirkan demokrat-demokrat ulung, cerdas, dan andal? Upaya apakah yang mesti dilakukan agar dunia pendidikan mampu menaburkan benih-benih demokrasi kepada peserta didik’? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi penting dan relevan untuk dilontarkan dan dijawab, sebab kita semua tidak menginginkan dunia pendidikan kita terjebak menjadi ruang untuk “meng-karantina” peserta didik dari persoalan-persoalan riil kebangsaan dan steril dari budaya demokrasi.
Diakui atau tidak, terkesan ada “konspirasi” di tingkat elite penguasa Orde Baru untuk membikin sakit, bahkan mematikan atmosfer demokrasi dalam dunia pendidikan kita. Kebijakan yang disusun secara sentralisasi-otoriter — tanpa memperhatikan aspirasi arus bawah disadari atau tidak, telah menumbuhsuburkan virus “sindrom” yang antidemokrasi dalam bentuk indoktrinasi dan tekanan-tekanan terhadap praktisi pendidikan di lapangan. Beda pendapat “diharamkan”, daya inisiatif dimatikan. Sikap kritis pun ditabukan. Semua harus mendongak dan menanti petunjuk dari atas.
Sistem pendidikan berikut perangkat regulasinya telah dipola dan dikemas demi kepentingan kekuasaan an-sich. Sikap demokratis pun luput dari jangkauan pasal 4 UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adakah di sana sikap demokratis menjadi salah satu aspek yang hendak dicapai dalam tujuan pendidikan naisonal? Sementara itu, mulai dari tingkat SD hingga SLTA, peserta didik telah dibiasakan untuk menjadi “anak Mami” yang manis, manutan, dan dilarang bertanya. Ruang belajar telah berubah fungsi menjadi tembok pemasung yang membelenggu kebebasan berpikir, berkreasi, bernalar, berinisiatif, dan berimajinasi. Beratnya beban kurikulum yang mesti dituntaskan telah membuat proses belajar-mengajar menjadi kehilangan ruang berdiskusi, berdialog, dan berdebat, guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Sedangkan, di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa dibutakan dari persoalan-persoalan politik praktis, mesti berkutat memburu ilmu di puncak menara gading yang hendak dijadikan “robot” penguasa dalam mengejar ambisi pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Akibatnya, setelah lulus mereka menjadi asing ditengah-tengah rakyat, tidak paham bahasa rakyat. Dalam kondisi demikian, mana mungkin out-put pendidikan kita mampu menginternalisasi dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi kalau otak dan emosi mereka dijauhkan dari ruang berdialog? Mustahil mereka bisa menghargai perbedaan pendapat –sebagai salah satu esensi demokrasi– kalau iklim belajarnya berlangsung monolon.
Boleh jadi, memang sudah harus menjadi keniscayaan sejarah (historical necessity) jika dunia pendidikan kita selama ini “tertidur pulas” di atas “ranjang” rezim Orde Baru. “Nasi telah menjadi bubur,” kata orang. Belajar dari pengalaman buruk semacam itu, kini tiba saatnya dunia pendidikan diberi ruang yang cukup untuk membangun budaya demokrasi bagi peserta didik, sehingga kelak mereka sanggup menjadi demokrat sejati yang punya rasa malu, rendah hati, berjiwa besar, toleran, memiliki landasan etik, moral, dan spirituaJ yang kokoh ketika bertarung dalam rimba polilik. Apalagi, era millenium ketiga yang diyakini akan menghadirkan banyak tantangan krusial dan perubahan global seiring dengan akselerasi keluar-masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia akan segera kita masuki, ranah demokrasi jelas akan ikut menjadi penentu citra, kredibiltias, dan akseptabilitas bangsa kita sebagai salah satu komunitas masyarakat dunia.
Itu artinya, mau atau tidak, dunia pendidikan –sebagai “kawah candradimuka” dalam mencetak sumber daya manusia yang bermutu dan profesional– harus mempersiapkan generasi yang demokratis, sehingga memiliki sikap resistence yang kokoh di tengah-tengah “konflik peradaban” (clash of civilization), di antaranya, pertama, sikap demokratis harus menjadi salah satu aspek yang hendak dicapai dalam tujuan pendidikan nasional. UU No. 2/1989 yang rnengebiri makna demokrasi bagi anak bangsa perlu direvisi dan dirumuskan kembali secara utuh dan komprehensif.
Kedua, kurikulum yang diberlakukan harus memberikan ruang yang ukup bagi peserta didik untuk belajar menginternalisasi dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi. Mereka harus diberi kemerdekaan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat debat, diskusi, dan adu argumentasi dengan tetap mengacu pada nilai kebenaran dan nilai luhur baku.
Dan ketiga, para birokrat dan praktisi pendidikan dituntut “good-will”-nya untuk memberikan teladan cara-cara berdemokrasi yang sehat. Dalam iklim masyarakat kita yang masih cenderung paternalistik, contoh dan tindakan nyata akan lebih bermakna ketimbang retorika maupun ucapan verbal lainnya.
Tidak kalah pentingnya, iklim demokrasi pun harus sudah mulai ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga institusi pendidikan lebih maksimal mengembangsuburkannya. Apabila iklim demokrasi tumbuh secara kondusif yang pada gilirannya akan menjadi sebuah budaya, maka rasa sakit hati, dendam, mencari-cari “kambing-hitam” akibat kekalahan dalam sebuah demokrasi tak akan terjadi. Yang menang pun tidak akan selalu menepuk dada. Dalam sebuah demokrasi, kalah dan menang adalah wujud dinamika yang indah dan niscaya. ***
(Suara Karya, 5 Agustus 1999)

paradigma demokrasi pendidikan

PARADIGMA
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dirasakan: rentan terhadap pengaruh perubahan dalam kehidupan politik, tidakajek dalam sistem kurikulum dan pembelajarannya; pendidikan gurunya yang cenderung terlalu memihak pada tuntutan formal-kurikuler di sekolah dan kurang memperhatikan pengem¬bangan pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang kajian pendidikan disiplin ilmu, epistemologi pendidikan kewarganegaraan tidak berkembang dengan pesat; pembelajaran sosial nilai Pancasila yang cenderung berubah peran dan fungsi menjadi proses indoktrinasi ideologi negara, tidak kokohnya dan tidak koher¬ennya landasan ilmiah pendidikan kewarganegaraan sebagai program pendidikan demokrasi.
1.) Kajian Literatur
Ada beberapa konsep yang dikaji, yakni jatidiri, pendidikan kewarganegaraan, wahana sistemik, dan pendidikan demokrasi. Istilah jatidiri diadaptasi dari characteristic dalam bahasa Inggris, yang memiliki sinonim paling dekat den¬gan individuality, specialty, attribute, feature, charac¬ter (Devlin:1961), yang dapat diartikan secara bebas seba¬gai ciri khas atau atribut. Dalam artikel ini jatidiri dimaksudkan sebagai ciri khas atau atribut konseptual dan empirik dari pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana sistemik pendidikan demokrasi. Dalam kepustakaan asing ada dua istilah teknis yang dapat diterjemahkan menjadi pendidikan kewargnegaraan yakni civic education dan citizenship Education. Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai "...the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives". Atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Sedangkan citizenship education atau education for citizenship oleh Cogan (1999:4) digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup "...both these in-school experiences as well as out-of school or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media,etc which help to shape the totality of the citizen".
Dalam tulisan ini istilah pendidikan kewarganegaraan pada da¬sarnya digunakan dalam pengertian yang luas seperti "citizenship education" atau "education for citizenship" yang mencakup pendidikan kewarganegaraan di dalam lembaga pendidikan formal (dalam hal ini di sekolah dan dalam program pendi¬dikan guru) dan di luar sekolah baik yang berupa program penataran atau program lainnya yang sengaja dirancang atau sebagai dampak pengiring dari program lain yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warganegara Indonesia yang cerdas dan baik. Di samping itu, juga konsep pendidikan kewarganegaraan digunakan sebagai nama suatu bidang kajian ilmiah yang melandasi dan sekaligus menaungi pendidikan kewarganegaran sebagai program pendidikan demokrasi.Kata sistem diserap dari Bahasa Inggris system, yang secara harfiah artinya "susunan" (Echols dan Shadily,1975:575). Sedangkan menurut Hornby, Gatenby, dan Wakefield (1962:1024) system diartikan sebagai group of things or parts working together in a regular relation atau kelompok benda-benda atau hal-hal atau bagian-bagian yang bekerjasama dalam suatu hubungan yang teratur. Pengertian yang lebih lengkap tentang sistem diberikan oleh Rahmat (1995:336) sebagai berikut:
1). Gabungan hal-hal yang disatukan kedalam sebuah kesatuan yang konsisten dengan kesalinghubungan (interaksi, interdependensi, interrelasi) yang teratur dari bagian-bagiannya.
2). Gabungan hal-hal (obyek-obyek, ide-ide, kaidah-kaidah, aksioma-aksioma,dll) yang disusun dalam sebuah aturan yang koheren (subor¬dinasi, atau inferensi, atau generalisasi,dll) menurut beberapa prinsip (atau rencana, atau rancangan, atau metode) rasional atau yang dapat dipahami" Dalam pengertian seperti dikutip itulah penulis mengartikan sistem. Selanjutnya, yang dimaksud dengan konteks keilmuan adalah keterpaduan dari unsur-unsur kerangka konseptual pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas. Konsep keterpaduan itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah integrated, seperti dalam konsep integrated social studies (Dufty:1970, Taba:1971), yang kemudian diterjemahkan menjadi IPS Terpadu. Dengan merujuk kepada pengertian masing-masing istilah seperti telah dibahas di muka dan konsep keterpaduan pengetahuan atau integrated knowledge system menurut Hartoonian (1992), maka konsep kerangka konseptual konteks keilmuan yang digunakan diartikan sebagai tatanan pengetahuan yang terstruktur secara paradigmatik, yang obyek telaahnya disikapi sebagai suatu kesatuan garis berpikir dan metode kerjanya bersifat sistemik (kesatuan yang bersifat multidimensional) dan kemanfaatannya menyangkut banyak hal yang satu sama lain saling berkaitan.Pendidikan demokrasi yang kini dengan tegas diterima sebagai esensi pendidikan kewarganegaraan (CICED:1999), dalam Kurikulum 1994 merupakan bagian integral dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dibingkai menjadi satu dengan nilai-nilai masing-masing sila sebagai intinya dalam kedudukan yang setara dan interaktif. Dengan paradigma yang ada itu maka secara substantif di dalam pendidikan kewarganegaraan terkandung makna pendidikan Pancasila, dalam arti berlandaskan dan berorientasi pada cita-cita dan nilai yang secara koheren dan sistemik terkandung dalam Pancasila. Dewasa ini tumbuh gagasan yang kuat untuk menempatkan pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana utama dan esensi dari pendidikan demokrasi, sebagaimana telah menjadi salah satu kesimpulan dari Conference on Civic Education for Civil Society (CICED:1999). Berkaitan dengan hal itu Sudarsono (1999) menegaskan bahwa “the ideals and values of democracy and their implementations in daily activities at micro as well as macro levels can be regarded as the heart of civil society”. Oleh karena itu, lebih lanjut ditekankan bahwa “...democratic living should be fostered in order that we should be able to establish a good Indonnesian civil society”, dan untuk itulah, ditegaskan lebih jauh lagi bahwa “... the existing civic education both for schools and for society should be reassessed and redesigned”. (Sudarsono:1999). Dari situ dengan tegas tampak adanya kecenderungan yang kuat untuk menempatkan pendidikan demokrasi sebagai intinya dari pendidikan kewarganegaraan. Dengan menggunakan kerangka berpikir itu, maka konsep pendidikan demokrasi diartikan sebagai tatanan konseptual yang menggambarkan keseluruhan upaya sistematis dan sistemik untuk mengembangkan cita-cita, nilai, prinsip, dan pola prilaku demokrasi dalam diri individu warganegara, dalam tatanan iklim yang demokratis, sehingga pada giliranya kelak secara bersama-sama dapat memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani Indonesia yang demokratis. Paradigma ini dijiwai oleh ethos baru pendidikan demokrasi “eduction about democracy, through democracy, and for democracy” (CIVITAS International,1998; QCA;1999; CICED;1999; dan APCEC:2000; IEA-CEP;2000).
2.) Metodologi
2.1. Obyek Telaah
Obyek telaah ada dua hal: (1) Pemikiran tentang social studies, citizenship education, civic education secara umum dan pendidikan kewarganegaraan serta pendidikan ilmu pengetahuan sosial secara khusus, (2)Praksis penyelenggaraan social studies, citizenship education, civic education secara umum; pendidikan kewarganegaraan di sekolah dan di LPTK secara khusus; dan dalam site of citizenship di negara lain dan di Indonesia.
2.2. Pendekatan Dan Metode
Sesuai Dengan Hakikat Dan Karakteristik Obyek TelaahnyaPada dasarnya penelitian itu diterapkan pendekatan eklektrik, yakni kombinasi pendekatan kualitatif (utama) dan kuantitatif (pendukung), yang dikemas dalam suatu survey khusus untuk secara kualitatif menggali, mengkaji, memilih, dan mengorganisasikan berbagai pemikiran dan praksis citizenship education, civic education, social studies secara umum, dan pendidikan IPS dan PPKn secara khusus, beserta konteksnya, yang telah terdokumentasikan. Untuk mendapatkan data dan informasi digunakan teknik Studi Dokumentasi, Komunikasi interpersonal melalui diskusi (focus discussion).
2.3. Asumsi Dan Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini bertolak dari beberapa a sumsi sebagai berikut :
(1) Belum adanya paradigma yang utuh tentang pendidikan kewarganegaraan yang dapat dijadikan kerangka dasar dan sekaligus sebagai rujukan konseptual dan operasional bagi semua bentuk program tersebut.
(2) Kini telah tumbuh kesadaran, semangat dan komitment untuk menemukan kembali dan merevitalisasi pendidikan kewarganegaraan sebagai sistem pendidikan demokrasi. Dalam penelitian itu dirumuskan pertanyaan penelitian. Bagaimana profil konseptual sistemik pendidikan kewarganegaraan dilihat dari berbagai pemikiran para teoritisi dan persepsi praktisi pendidikanm kewarganegaraan?
3. Hasil Dan Bahasan
4.1. Istilah Teknis
Ada tiga istilah teknis yang banyak digunakan, yakni civics, civic education, dan citizenship education. Istilah civics merupakan istilah yang paling tua sejak digunakan pertama kalinya oleh Chreshore pada tahun 1886 dalam Somantri (1969) untuk menunjukkan the science of citizenship yang isinya antara lain mempelajari hubungan antarwarganegara dan hubungan antara warganegara dengan negara. Saat ini istilah itu masih dipakai sebagai nama mata pelajaran yang berdiri sendiri atau terintegrasi dalam kurikulum sekolah dasar di Perancis dan Singapura; dan dalam kurikulum sekolah lanjutan di Perancis, Italia, Hongaria, Jepang, Netherlands, Singapura, Spanyol, dan USA (Kerr,1999). Di Indonesia istilah civics pernah digunakan dalam kurikulum SMP dan SMA tahun 1962, kurikulum SD tahun 1968, dan kurikulum PPSP IKIP Bandung tahun 1973. Mulai pada tahun 1900-an di USA diperkenalkan istilah citizenship education dan civic education yang digunakan secara bertukar-pakai, untuk menunjukkan program pendidikan karakter, etika dan kebajikan (Best:1960) atau pengembangan fungsi dan peran politik dari warganegara dan pengembangan kualitas pribadi (Somantri 1969).
Sedangkan Allen (1960) dan NCSS (Somantri:1972) menggunakan istilah citizenship education dalam arti yang lebih luas, yakni sebagai produk keseluruhan program pendidikan atau all positive influences yang datang dari proses pendidikan formal dan informal. Kini istilah civic education lebih banyak digunakan di USA serta beberapa negara baru di Eropa timur yang mendapat pembinaan profesional dari Center for Civic Education dan Universitas mitra kerjanya di USA, untuk menunjukkan suatu program pendidikan di sekolah yang terintegrasi atau suatu mata pelajaran yang berdiri sendiri. Sedangkan di Indonesia istilah civic education masih dipakai untuk label mata kuliah di Jurusan atau Progran Studi PPKN dan nama LSM Center for Indonesian Civic Education. Istilah civic education cenderung digunakan secara spesifik sebagai mata pelajaran dalam konteks pendidikan formal. Sedangkan istilah citizenship education cenderung digunakan dalam dua pengertian. Pertama, digunakan di UK dalam pengertian yang lebih luas sebagai overarching concept yang di dalamnya termasuk civic education sebagai unsur utama (Cogan,1999; Kerr: 1999; dan QCA:1999) disamping program pendidikaan kewarganegaraan di luar pendidikan formal seperti site of citizenship atau situs kewarganegaraan, seperti juga dikonsepsikan sebelum itu oleh Alleh (1962) dan NCSS (1972). Kedua, digunakan di USA, terutama oleh NCSS, dalam pengertian sebagai the essence or core atau inti dari social studies (Barr dkk:1978; NCSS:1985;1994). Di Indonesia istilah citizenship education belum pernah digunakan dalam tataran formal instrumentasi pendidikan, kecuali sebagai wacana akademis di kalangan komunitas ilmiah pendidikan IPS. Yang konsisten menggunakan istilah citizenship education atau education for citizenship adalah UK. Sedangkan negara lain yang diketahui menggunakannya secara adaptif adalah Netherlands. Sebagai batasan penulis menerjemahkan civic education dan citizenship education ke dalam istilah yang sama namun berbeda dalam cara penulisannya.
Istilah civic education diterjemahkan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (memakai huruf besar di awal) dan citizenship education diterjemahkan menjadi pendidikan kewarganegaraan (semuanya dengan huruf kecil). Istilah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menunjuk pada suatu mata pelajaran, sedangkan pendidikan kewarganegaraan (PKn) menunjuk pada kerangka konseptual sistemik program pendidikan untuk kewarganegaraan yang demokratis. Konsep pendidikan kewarganegaraan disebut juga sistem pendidikan kewarganegaraan (spkn/SPKn) yang dapat ditulis dengan semuanya huruf besar atau huruf kecil.
3.2. Visi Secara Paradigmatik
Citizenship education memiliki visi sosio-pedagogis mendidik warganegara ang demokratis dalam konteks yang lebih luas, yang mencakup konteks pendidikan formal dan pendidikan non-formal, seperti yang secara konsisten diterapkan di UK (QCA:1998; Kerr:1999). dangkan civic education secara umum memiliki visi formal-pedagogis untuk mendidik arganegara yang demokratis dalam konteks pendidikan formal, seperti secara adaptif diterapkan di USA (CCE:1996). i Indonesia, yakni PPKn memiliki visi formal-pedagogis sebagai mata pelajaran sosial di sekolah dan perguruan tinggi sebagai wahana pendidikan nilai Pancasila.Bertolak dari kajian teoritik dan diskusi reflektif, dirumuskan visi pendidikan kewarganegaraan” dalam arti luas, yakni sebagai sistem pendidikan kewarganegaraan agar berfungsi dan berperan sebagai :
(1) Program kurikuler dalam konteks pendidikan formal dan non-formal,
(2) Program aksi sosial-kultural dalam konteks kemasyarakatan, dan
(3) Sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial.
Visi ini mengandung dua dimensi, yakni :
(1) Dimensi substantif berupa muatan pembelajaran(content and learning experiences) dan obyek telaah serta obyek pengembangan.
(2) Dimensi proses berupa penelitian dan pembelajaran (aspek epistemologi dan aksiologi).
Khusus dalam visinya sebagai bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan secara epistemologis merupakan synthetic discipline (Somantri:1998) atau integrated knowledge system (Hartoonian:1992), atau cross-disciplinary study (Hahn dan Torney-Purta:1999), atau kajian multidimensional (Derricott dan Cogan:1998). Penulis menempatkan pendidikan kewarganegaraan atau sistem pendidikan kewarganegaraan sebagai kajian lintas-bidang keilmuan, yang secara substantif ditopang terutama oleh ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial, serta humaniora, dan secara pedagogis diterapkan dalam dunia pendidikan persekolahan dan masyarakat. Secara filosofik tubuh pengetahuan pendidikan kewarganegaran ini dilandasi oleh tilikan reconstructed philosophy of education yang secara adaptif mengakomodasikan tilikan filsafat pendidikan perennialism, essentialism, progressivism, dan recontructionism (Brameld:1965). Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk kajian lintas-bidang keilmuan ini pada dasarnya telah memenuhi kriteria dasar-formal suatu disiplin (Dufty,1970 ; Somantri:1993) yakni mempunyai community of scholars, a body of thinking, speaking, and writing; a method of approach to knowledge dan mewadahi tujuan masyarakat dan warisan sistem nilai (Somantri:1993). Ia merupakan suatu disiplin terapan yang bersifat deskriptif-analitik, dan kebijakan-pedagogis. Jika dilihat dari pandangan Kuhn (1970) secara paradigmatik, pendidikan kewarganegaraan baru memasuki pre-paradigmatic phase atau proto science. Untuk dapat menggapai statusnya sebagai normal science diperlukan berbagai penelitian dan pengembangan lebih lanjut oleh anggota komunitas ilmiah “pendidikan kewarganegaraan” sehingga dapat melewati proses artikulasi sosialisasi-pengakuan-falsifikasi-validasi-pengakuan sebagai disiplin yang matured.
3.3. Missi
Secara konseptual “pendidikan kewarganegaraan” atau citizenship education merupakan bidang kajian ilmiah pendidikan disiplin ilmu sosial yang bersifat “lintas-bidang keilmuan” dengan intinya ilmu politik, yang secara paradigmatik memiliki saling-keterpautan yang bersifat komplementatif dengan pendidikan ilmu sosial secara keseluruhan (Winataputra:1978, Barr dkk:1978, Welton dan Mallan:1988, NCSS:1985, 1994, Somantri:1993). Dalam hal ini, bahwa (a) social studies berpijak terutama pada konsep-konsep dan metode berpikir ilmu-ilmu sosial secara keseluruhan, sedang citizenship education berpijak terutama pada ilmu politik dan sejarah; (b) salah satu dimensi dari social studies adalah citizenship education (NCSS:1994, CICED:1998), khususnya dalam upaya pengembangan intelligent social actor (Banks:1977, NCSS:1994).Dalam konteks proses reformasi menuju Indonesia baru dengan konsepsi masyarakat madani sebagai tatanan ideal sosial-kulturalnya, maka pendidikan kewarganegaraan mengemban missi: sosio-pedagogis, sosio-kultural, dan substantif-akademis.
Missi sosio-pedagogis adalah mengembangkan potensi individu sebagai insan Tuhan dan makluk sosial menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan religius. Missi sosio-kultural adalah memfasilitasi perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan/nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam koteks pembangunan masyarakat madani Indonesia melalui pengembangan partisipasi warganegara secara cerdas dan bertanggungjawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara pada tumbuh dan berkembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan. Sedangkan missi substantif-akademis adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan pendidikan kewarganegaraan, termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan civic virtue atau kebajikan kewarganegaraan dan civic culture atau budaya kewarganegaraan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (fungsi epistemologis) dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil penelitian dan pengembangannya itu (fungsi aksiologis). Perwujudan ketiga missi tersebut akan memfasilitasi pengembangan pendidikan kewarganegaraan sebagai proto science menjadi disiplin baru dan dalam waktu bersamaan secara sinergistik akan dapat meningkatkan kualitas isi dan proses pendidikan kewarganegaraan sebagai program kurikuler pendidikan demokrasi dan kegiatan sosio-kultural dalam koteks makro pendidikan nasional.
3.4. Strategi
Secara konseptual-paradigmatik citizenship education saat ini mengembangkan strategi dasar learning democracy, in democracy, and for democracy (CIVITAS International:1998; QCA:1999; APCEC;2000). Kemudian strategi dasar ini oleh QCA(1999) dikonsepsikan sebagai suatu kontinum education about citizenship—education through citizenship—education for citizenship yang secara kualitatif bergerak dari titik Minimal (education about citizenship) ke titik Maksimal (education for citizenship). Pendidikan kewargnegaraan di Indonesia yang dalam konteks internasional (Kerr:1999) dikategorikan kedalam kelompok citizenship education Asia-Afrika yang masih berada pada titik Minimal yakni education about citizenship sudah seharusnya menggunakan strategi progresif menuju titik Maksimal, yakni education for citizenship melalui titik median education through citizenship. Untuk itu pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu academic endeavor (CICED:1999) atau sebagai bidang kajian dan pengembangan pendidikan disiplin ilmu seyogyanya memusatkan perhatian pada kajian ilmiah tentang civic virtue dan civic culture (Quigley:1991) atau keberadaban dan budaya kewarganegaraan dalam konteks pengembangan civic intelligence dan civic participation (Quigley:1991, Cogan:1999). Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler di sekolah atau luar sekolah/di perguruan tinggi di Indonesia, kedudukannya sebagai mata pelajaran/mata kuliah yang berdiri sendiri perlu terus dimantapkan di semua jenjang pendidikan, agar proses education about citizenship terwadahi secara sistimatik dan berbobot.
Pertimbangan tersebut juga dimaksudkan bahwa secara perlahan tetapi pasti, melalui pemantapan mata pelajaran/mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan penciptaan kehidupan sosila-kultural sekolah/ kampus yang demokratis, taat hukum, religius dan berkeadaban, dapat dijalanai koridor sosial-kultural menuju proses education for citizenship (konsep sekolah/kampus sebagai laboratory for democracy. Dengan cara itu, pada saatnya nanti, para lulusan lembaga pendidikan formal mampu menampilkan dirinya sebagai demokrat muda yang taat hukum, religius dan berkeadaban dalam berbagai konteks kehidupan yang dijalaninya. Namun demikian khusus dalam konteks pendidikan usia dini, yakni di taman kanak-kanak dan sekolah dasar kelas rendah (1-3), karena perkembangan psikososial siswa yang berada pada tarap kognitif concrete operation menuju formal-operation (Piaget:1960) dan moralita pre-conventional morality yang didominasi oleh punishment and obedience orientation meningkat ke good boy and nice girl orientation menuju instrumental relativist orientation (Kohlberg:1975), yang memerlukan keterpaduan dan kebermaknaan belajar dalam suasana yang otentik atau hands-on experience, pendidikan kewarganegaraan dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain yang relevan dengan pendekatan cross-curriculum, khususnya dalam pendidikan IPS, Bahasa dan kesenian, seperti mata pelajaran Personal, Social, and Health Education (PSHE) di sekolah dasar di UK, Life Orientation di Afrika Selatan dan Social Studies di negara lainnya.Sebagai suatu bidang kajian pendidikan disiplin ilmu, sebagaimana juga citizenship education, pendidikan kewarganegaraan diyakini secara konseptual memiliki sifat multidimensional dalam aspek ontologis-obyek telaahnya, aspek epistemologis-metode penelitian dan pengembangannya, dan aspek aksiologis-kemanfaatannya bagi dunia pendidikan (Cogan:1996, 1999, CICED:1999). Sifat-sifat itulah yang mengikat ketiga dimensi pendidikan kewarganegaraan dalam suatu paradigma yang utuh. Oleh karena itulah pendidikan kewarganegaraan dapat disikapi dan diterima sebagai suatu wahana sistemik atau integrated knowledge system atau synthetic discipline dalam tataran filosofik dan konseptual pendidikan disiplin ilmu. Jiwa dari paradigma ini diharapkan lebih menitikberatkan pada kearifan intuitif yang beorientasi eco-action dan bersifat responsif, konsolidatif, dan kooperatif daripada kekuatan rasionalitas yang beorientasi ego-action dan bersifat agresif, ekspansif, dan kompetitif (Capra:1998). Dalam rangka pengembangan sistem pendidikan kewarganegaraan dirumuskan strategi: (1) penegasan kedudukan dan hubungan fungsional-interaktif antar ketiga sub-sistem pendidikan kewarganegaraan (kajian ilmiah, program kurikuler, dan kegiatan sosio-kultural) dan peran interaktif terhadap kompetensi kewarganegaraan; (2) pemanfaatan secara adaptif-fungsional dari sumber-sumber konseptual dan empirik di luar entitas sistem pendidikan kewarganegaraan.
Sebagai suatu domain kajian pendidikan ilmu, pendidikan kewarganegaraan memerlukan kelembagaan yang berfungsi sebagai sarana institusional yang memfasilitasi pengembangan epistemologi dan perwujudan aksiologi kedisiplinannya, dan komunitas ilmiah yang berperan sebagai kelompok pemikir wacana akademisnya dan pengembang sarana programatiknya. Oleh karena itu, kedudukan jurusan atau program studi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi perlu dimantapkan bukan semata-mata sebagai lembaga penghasil tenaga kependidikan kewarganegaraan, tetapi juga sebagai penghasil dan pengembang aspek-aspek epistemologi, seperti nilai, konsep, prinsip, dan metode serta aneka ragam program instruksional kewarganegaraan. Dalam konnteks itu maka selain program profesional tingkat diploma dan S1, di perguruan tinggi sudah saatnya mulai dikembangkan program akademik S2 dan S3 pendidikan kewarganegaraan.
3.5. Aspek Ontologis Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki dua dimensi ontologi, yakni obyek telaah dan obyek pengembangan. Yang dimaksud dengan obyek telaah adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praksis pendidikan kewarganegaraan yang secara internal dan eksternal mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran PPKn di sekolah dan di luar sekolah, serta format gerakan sosial-kutural kewarganegaraan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek pengembangan adalah keseluruhan ranah sosio-psikologis peserta didik, yakni ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik yang menyangkut status, hak, dan kewajibannya sebagai warganegara, yang perlu dimuliakan dan dikembangkan secara programatik guna mencapai kualitas warganegara yang “cerdas, dan baik, dalam arti demokratis, religius, dan berkeadaban dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3.6. Aspek Epistemologi Pendidikan Kewarganegaraan
Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan aspek ontologi pendidikan kewarganegaraan, karena memang proses epistemologis, yang pada dasarnya berwujud dalam berbagai bentuk kegiatan sistematis dalam upaya membangun pengetahuan bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan sudah seharusnya terkait pada obyek telaah dan obyek pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan kewarganegaraan mencakup metodologi penelitian dan metodologi pengembangan. Metodologi penelitian digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui: (1) metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan proses pengukuran dan generalisasi untuk mendukung proses konseptualisasi, dan (2) metode penelitian kualitatif yang menonjolkan pemahaman holistik terhadap fenomena alamiah untuk membangun suatu teori. Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler yang relevan guna mengembangkan aspek-aspek sosial-psikologis peserta didik, dengan cara mengorganisasikan berbagai unsur instrumental dan kontekstual pendidikan.
Tercatat berbagai kegiatan epistemologis penelitian, pengembangan, dan penelitian dan pengembangan. Yang khusus merupakan kegiatan penelitian antara lain yang dilakukan oleh Capra (1998) tentang titik balik peradaban; Sanusi (1998) tentang 10 pilar demokrasi Indonesia; Bahmueller (1996) tentang perkembangan demokrasi; Welzer (1999) tentang konsep civil society; Gandal dan Finn (1992) tentang education for democracy; Barr, Bart, dan Shermis (1977) tentang konsep social studies; Remmers dan Radles (1960 dalam Shaver 1991) tentang kesadaran politik dan hukum peserta didik; Stanley (1985) tentang perkembangan social studies; Shaver (1991) tentang penelitian dan pembelajaran social studies; Winataputra (1978) tentang pelaksanaan kurikulum PMP, CERP (1972) tentang pemikiran mengenai pendidikan IPS dan kewarganegaraan; Cogan (1996) tentang multidimensional citizenship education, ETS (1991) tentang efektivitas program We the People … The Citizens and Constitution; Tolo dkk (1998) tentang efektifitas program We the People… Project Citizens; Djahiri dkk (1998) tentang profil kurikulum dan pembelajaran PPKN 1994, dan CICED (1999 dan 2000) tentang konsep civic education for civil society dan tentang the needs for new Indonesian civic education”.
Yang bersifat pengembangan kurikulum dan pembelajaran, tercatat antara lain yang dilakukan oleh: Wesley (1937 dalam Barr dkk:1977) tentang definisi awal social studies; Engle (1960 dalam Somantri 1993) tentang decision making dalam social science instruction ; Hanna(1960) tentang pengembangan social studies berdasarkan basic human activities ; Taba dkk (1970) tentang pendekatan spiral of concept development dalam socialstudies; NCSS (1983) tentang scope and sequence dalam social studies; NCSS (1989) tentang paradigma social studies untuk abad 21; NCSS (1994) tentang standards for social studies; Dunn (1915 dalam Somantri:1969) tentang new civics ; CCE (1991) tentang dokumen akademis CIVITAS: A Framework for Civic Education ; CCE (1997) tentang Paket Belajar We the People … The Citizens and Constitution ; We the People… Project Citizen; Law in a Free Society Series; Foundations of Democracy; CCE (1998) tentang Paket Belajar Exercise in Participation. Sedangkan di Indonesia, yang termasuk kegiatan pengembangan antara lain yang dilakukan oleh: PPSP IKIP Bandung (1973) tentang kurikulum IPS/PKN, Depdikbud (1974) tentang kurikulum IPS dan PMP 1975, Depdikbud (1983) tentang penyempurnaan kurikulum PMP, Depdikbud (1993) tentang kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Depdikbud (1999) tentang pengembangan suplemen dan petunjuk teknis PPKn untuk masa transisi; CICED (1999) tentang civic education content mapping. Yang termasuk kegiatan penelitian dan pengembangan antara lain yang dilakukan oleh: Bruner (1967) mengenai model proyek pembelajaran Man: A Course of Study di Amerika Serikat; dan Stenhouse (1975) mengenai humanities curriculum project di Inggris.
3.7. Aspek Aksiologi Pendidikan Kewarganegaraan
Yang termasuk ke dalam aspek aksiologi pendidikan kewarganegaraan adalah berbagai manfaat dari hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang kajianpendidikan kewarganegaraan yang telah dicapai, bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan persekolahan dan pendidikan tenaga kependidikan.Hasil-hasil penelitian dan pengembangan social studies, citizenship education dan civic education” dalam dunia persekolahan banyak memberi manfaat dalam merancang program pendidikan guru, meningkatkan kualitas kemampuan guru, meningkatkan kualitas proses pembelajaran, meningkatkan kualitas sarana dan sumber belajar, dan meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan.
4. Kesimpulan
(1) Pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu tubuh atau sistem pengetahuan yang memiliki: (a) ontologi civic behavior dan civic culture yang bersifat multidimensional (filosofis, ilmiah, kurikuler, dan sosial kultural); (b) epistemologi research, development, and diffusion dalam bentuk kajian ilmiah dan pengembangan program kurikuler, prilaku dan konteks sosial kultural warganegara, serta komunikasi akademis, kurikuler, dan sosial dalam rangka penerapan hasil kajian ilmiah dan pengembangan kurikuler dan instruksional dalam praksis pendidikan demokrasi untuk warganegara di sekolah dan masyarakat; dan (c) aksiologi untuk memfasilitasi pengembangan body of knowledge sistem pengetahuan atau disiplin pendidikan kewarganegaraan; melandasi dan memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan pendidikan demokrasi di sekolah dan luar sekolah; dan membingkai serta memfasilitasi berkembangnya koridor proses demokratisasi secara sosial kultural dalam masyarakat.
(2) Secara paradigmatik sistem pendidikan kewarganegaraan memiliki tiga komponen, yakni : (a) kajian ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan; (b) program kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan; dan (c) gerakan sosial-kultural kewarganegaraan, yang secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan pengetahuan kewarganegaraan, nilai dan sikap kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan.
(3) Secara kontekstual logika internal dan dinamika eksternal sistem pendidikan kewarganegaraan dipengaruhi oleh aspek-aspek pengetahuan intraseptif berupa Agama dan Pancasila; pengetahuan ekstraseptif ilmu, teknologi, dan seni; cita-cita, Nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi; masalah-masalah kontemporer Indonesia; kecenderungan dan masalah globalisasi; dan kristalisasi civic virtue dan civic culture untuk masyarakat madani Indonesia-masyarakat negara kebangsaan Indonesia yang berdemokrasi konstitusional.
(4) Aspek esensial yang menjadi faktor perekat (integrating forces) dari ketiga komponen sistem pendidikan kewarganegaraan sehingga membentuk suatu kerangka paradigmatik yang koheren adalah konsep warganegara yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan religius yang dikristalisasikan menjadi 90 butir perangkat kompetensi kewarganegaraan (pengetahuan kewarganegaraan, ahlak/sikap kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan) yang berkembang secara dinamis.

bahasa Indonesia

BAB I
EJAAN BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Singkat

Pada tahun 1901 lahirlah ejaan Van Of Husyen,Ejaan in I berlandaskan aturan ejaan melayu dengan huruf latin yang di rancang oleh Charles Adrian van Ophusyen denngan bantuan Engku Nawawi gelar St,Makmur dan Mohammad Thaih Sutan Ibrahim,waktu itu usaha penyempurnaan ejaan mulai dirintis,hal itu terbukti pada Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938 di Solo.Selanjutnya oada tahun 1947,Mentri pendidikan dan kebudayaan menetapkan Ejaan Republik sebagai Ejaan yanng Resmi,Penetapan berdasarkan surat keputusan Mentri pendidikan dan kebudayaan pada tanggal 19 Maret 1947Ejaan ini merupakan penyederhanaan ejaan yang terdahulu.
Misal: badjoe menjadi badju

Kongres Bahasa Indonesia ke dua dia adakan pada tahun 1945 di medan .Pad kongres tersbut selain di bicarakan asal usul Bahasa indonesia juga tentang peraturan penyusunan Ejaan yang praktis bagi banngsa Indonesia sehingga terbentuk panitia Priyono Katropo pada tahun 1956.
Pada ttahun 1976,Ketua gabungan V komando opraaasi tertinggi (KOTI).suratnya brisi perancangan peraturan peraturan ejaan terdahulu,rancangan tersebuut di pakai sebagai bahan pengembangan bahasa Nasional kedua negara.(Malayasia dan Indonesia). Dan di seminarkan pada tahun 1972 di puncak di perkenalkan kepada masyarakat akhirnya di tetapkan pada 20 Mei 1972.Pada tanggal 17 Agustus 1972hasil seminar di resmikan jadi EYD.

B.Penulisan Ejaan
1.Persukuan
DAlam setiap suku kata indonesia di tandai dengan sebuah Vokal dapat di dahului atau di ikuti konsonan.
a. Bahasa Indonesia mengenal empat macam pola umum suku kata:
1) V (Vokal)
Misal: a,I,u,e,o,
a-nak i-tu ba-u
e-kor
e-mas u-bah

2) VK (Vokal-KOnsonan)
Misal:
Ar-ti ma-in om-bak in-dah
cu-at ok-num un-tung li-ar

3) KV (Konsonan-Vokal)
Ra-kit ma-in i-bu ba-tu
Ma-rah ra-ja su-ka ma-ti
Wa-rung wa-ras sa-rung to-ko
4) KVK (Konsonan-Vokal-Konsonan
Misalnya:
Pin-tu ma-lam ma-kan cin-ta
Mun-tah lam-bat lim-bah men-tah
Pan-tun ram-but jer-nih kan-tor
b.Bahasa Indonesia memiliki pola suku kata berikut:
5) KKV (Konsonan-Konsonan Vokal)
Misalnya:
Pra-ja sas-tra in-fra
Spi-ral ste-ril sta-tus
6)KKVK (Konsonan Vokal Konsonan Vokal)
Misalnya:
Blok trak-tor prak-tis gram
Kom-plit kom-pres krim kon-tras
Ban-drek dras-tis am-bruk ang-grek
Prak-si kam-pret trak-tir
7) VKK (Vokal Konsonan –Konsonan)
Misalnya:
Eks ons eks-pe-disi eks-plo-sif
8)KVKKK (Konsonan Vokal Konsonan Konsonan)
Misalnya:
Pers teks seks kon-teks
9) KKKV (Konsonan Konsonan Konsonan Vokal)
Misalnya:
Stra-tegi stra-ta skle-ro-sis
10) KKVKK (Konsonan Konsonan Vokal Konsonan Konsonan)
Misalnya:
Kom-pleks trans


c.Pemisahan suku kata dasar ialah sebagai berikut:
1. kalau ditengah kata ada dua vokal yang berurutan pemisahan tersebut dilakukan antara kedua vokal itu.Misalnya:
ma –in sa-at bu-ah be-o
2) Kalau di tengah kata ada kata kosonan di antara dua vokal,pemisahan tersebut di lakukan sebelum konsonan itu.
Misalnya:
a-nak ba-rang su-lit le-bat
du-duk ku-rang ta-ngan me-rah
Karena ng//ny/sy/,dan /kh?/melambungkan satu konsonan,gabungan huruf itu tidak pernah di uraikan sehingga pemisahan suku kata terdapat sebelum atau sesudahpasangan huruf tersebut./
Misal:
Sa-ngat nyo-nya i-sya-rat a-khir
d.Kalau di tengah kata ada dua konsonan yang berurutan,pemisahan tersebut terdapat di antara kedua konsonan itu.
Misal:
In-stru-men ul-tra in-fra gan-drung
e.Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel bisa di tulis serangkai denga kata dasarnya,dalam penulisan kata dpisahkan sebagai satu kesatuan.
Misal:
Per-gi-lah ber-be-lan-ja ber-u-ang per-ma-in-nan.
2.Penulisan Huruf Kafital
a. Sebagai huruf pertama pada awal kalimat
contoh: Ayahnya Masih sakit
b. sebagai huruf pertama petikan langsung
contoh: Rasulullah bersabda,”Keridaan Alloh berda dalam keridaan ibu dan bapa”.
c. Sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berrhubungan dengan hal hal keagamaan,kitab suci,dan nama Tuhan termasuk kata gantinya.
Contoh:
Allah
d. Sebagai huruf pertama gelar kehormatan,keturunan,dan keagamaan,yantg diikuti nama orang
e. Sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang
Contoh: berpangkat jendral
f. Sebagai huruf pertama nama orang
Contoh: Amir Hamzah
g. Sebagai huruf pertama nama bangsa dan bahasa
Contoh: Suku sunda
h. Sebagai huruf pertama nama tahun,bulan,hari,hari raya,dan peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Hijriah
i. Sebagai huruf pertama nama khas geografi
Contoh: Asia Tenggara
j. Sebagi huruf pertama nama suatu benda,lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan ,serta nama dokumen resmi.
Contoh: Majlis Permusyawaratan Rakyat
k. Sebagai huruf pertama kata merupakan nama buku,majalah,surat kabar,dan judul karagan kecuali kata kata yang berupa preposisi dan konjungsi seperti di,ke,dari,untuk,telah,
Contoh: Merantau ke Deli
l. Sebagai huruf pertama pada singkatan nama gelar,pangkat,dan sapaan contoh: Dr, Doktor
m. Sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan,seperti bapak,ibu,saudara,kakak,adik,paman,bibi,nenek,dan kakek yang dipakai sebagai kata ganti ataupun sapaan.
Contoh:
Permohonan Saud ara telah kami layani.
Besok Paman akan datang
Mereka pergi kerumah Pa Lurah
Catatan:
Hurup besar besar atau kapital tidak di pakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan yang tidak di pakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Contoh: Semua lurah harus mengikuti rapat di kecammatan
3.Huruf Miring
Huruf miring sering di sebut juga dengan istilah Huruf kursif.untuk tulisan tangan dan ketikan,kata yang akan di cetak mmiring di beri satu garis di bawahnya.
adapun pemakaiannya adalah sebagai berikut:
a. Menuliskan nama buku,majalah,dan surat kabar yang di kutip dalam karangan.
Contoh: Majalah Bahasa dan Kesusastraan
b. Menegaskan atau mengkhusukan huruf,bagian kata,atau kelompok kata.
Contoh : Buatlah kalimat dengan kata rindu dendam
c. Menuliskan nama ilmiah atau u7ngkapan asing yang belum di sesuaikan ejaannya.
Contoh: Politik Devide Et impera sangat berbahaya bagi persatuan bangsa.
4. Penulisan Kata
Kata adlah bentuk bebas yang minimal yang merupakan bentuk bahasa terkecil yang dapt berdiri sendiri,kata dap[at terbentuk dari satu morfem,atau lebih:contoh di,dengan,berjalan,.Kta dasar merupakan kata yang menjadi dasar pembentukan kata yang belum mengalalmi proses pembentukan.
a. Cara Penulisan Kata Dasar
Kata yang berapa kata dasar di tulis sebagai satu satuan.
Contoh: Kalau dia sakit,bawa saja kerumah sakit
b. Cara penulisan kata Turunan
1) Imbuhan (awalan,sispan,akhiran) di tulis serangkai dengan kata dasarnya.contoh:
Dipersempit memperjuangkan
2) Awalan atau akhiran di tulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti.contoh : berlepas tangan menyebar luas
Imbuhan yag di hubungkan dengan huruf kapital tetapi di p[isah dengan garis penghubung.contoh se-UIN ber-KTP.
3) Bentuk dassar yang berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awaln dan akhiran ,gabungan kata itru di tulis serangkai.Contoh: Menyebarluaskan dilipat gandakan meninabobokan
4) Unsur yang hanya di pakai dalam bentuk kombinasi dii tulis seringkal dengan kata tempat bergabung.Contoh : antarkota antikomunis swadaya triwindu
Apabila bentukj tersebut diikuti kata yang huruf awal nya huruf besar,di antara kedua unsur itu di tuliskan tanda hubung (-).Contoh : nono-Islam pan-Afrikanisme
c. Cara penulisan kata Ulang
Bentuk ulang di tulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung(-).Contoh: undang-undang gerak-gerik besar-besar
d. Cara Penulisan Gabungan Kata
1) Gabungan kata yanng lazim di sebut kata yang majemuk,termasuk istilah khususnya,bagian bagian umumnya di tulis terpisah.Contoh: duta besar orang tua meja tulis
2) Gabungan kata termasuk istilah khusus,yanng mungkin menimbulkan salah baca,dpat di beri tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang yang bersangkutan.Cotoh:alat pandang-dengar mobil dokter-baru.
3) Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai.
Contoh: akhirulkalam , alhamdulillah , narasumber, alihkapal
e. Cara penulisan kata ganti ku, kau , mu, dan nya.
Kata ganti ku dan kau di tulis serangkai dengan kata yang mengikutinya ( proklitik ) ; mu dan nya di tulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya ( enklitik )
Contoh : apa yang kumiliki boleh kau ambil
Bukumu, bukuku, dan bukunya telah kusimpan
f. Penulisan kata depan di, ke, dan dari
Kata depan di , ke dan dari di tulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata . Misalnya kepada dan daripada
Contoh : di sinilah, di tempat ini kami bertemu
g. Cara penulisan kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh : Pak Polisi dapat menangkap si penipu itu
h. Penulisan partikel
Partikel merupakan golongan kata yang tidak dapat berdiri sendiri.
Jenis kata berikut :
 Partikel lah , kah, dan tah di tulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apakah yang tersirat dalam surat ini .
 Partikel pun di tulis terpisah dari kata yang mendahuluinya
Contoh : Apa pun yang dimakannya , dia tetap kurus
Kelompok kata berikut yang sudah di anggap padu benar di tulis serangkai seperti adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun
Contoh : Adapun sebab-sebabnya belum di ketahui .
2) Partikel per yang berarti mulai, demi,dan tiap di tulis terpisah daribagian-bagian kalimat yang mendampinginya .
Contoh : Harga kain itu Rp 20.000,00 per helai
i. Cara penulisan kata bilangan
Beberapa hal yang perlu di perhatikan mengenai penulisan angka dan bilangan .
1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Didalam tulisan lazim digunakan angka arab dan angka Romawi . Seperti di bawah ini
Angka arab : 1,2, 3, dst.
Angka Romawi I,II, III, dst.
2) Angka di gunakan untuk menyatakan
a. Ukuran panjang berat , dan isi
b. Satuan waktu
c. Nilai uang
Contoh : 10 liter beras
Catatan : Tanda titik melambangkan tanda desimal
3) Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan , rumah, apartmen, atau kamar pada alamat .
Contoh : Jalan Raya Cipadung No. 105
4) Angka digunakan untuk menomori karangan atau bagiannya .
Contoh : ;Bab V , Pasal 4
5) Penulisan lambang bilangan dengan hurup dilakukan sebagai berikut :
a. Bilangan utuh
Contoh :13 tiga belas
b. ;Bilangan pecahan
contoh : ¼ seperempat
6) Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut:
Contoh: Paku Hamengku Buwono IX
7) Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti cara yang berikut ini.
COntoh: tahun 80-an
8) Lamabang bilangan yang dapat di nyatakan dengan satu atau dua kata di tulis dengan huruf,kecuali jika beberapa bilangan di pakai secara berurutan,seperti dalam perincian dan pemaparan.
Contoh: Hasan menonton drama itu sampai tiga kali
9) Lambang bilangan pada kalimat ditulis dengan huruf.contoh : Lima belas ekor ayam itu telah di sembelihnya.
10) Angka menunjukan bilangan bulat denganyang besar dapt di eja supaya lebih mudah di ucapkan.
Contoh ; Perusahaan itu baru saja mendapat pinjamn 250 jut Rupiah
11) Kecuali di dalam dokumen resmi seperti kata dan kuitansi,bilangan tidak di tulis dengan angka tetapi harus sekaligus dalam teks. Contoh : Fakultas Tarbiyah dan keguruan mempunyai 100 (seribu ) orang Mahasiswa
12) Kalau bilangan di lambangkan dengan angka dan huruf maka penulisannya harus tepat.contoh : Saya lampirkan tanda terima sebesar Rp.90.000,00 (sembilan puluh ribu rupiah)


Penulisan Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan adalah kata yag berubah ubah baik dalam bentuknya maupun maknanya karena proses afikasi. Contoh kata datang menjadi mendatang .
Bentuk morfem terikat yang produktif ialah ber,me,ter dan sebagainya.
Kesalahan kesalahan yang terdapat dalam bentuk kata di antaranya:
 Fonem t luluh menjadi n apabila mendapat tambahan prefiks me-,misalnya tulis-menulis,tolong-menolong dan sebagainya.
 Bentuk dasar yang di mulai dengan ter,seperti tertawa.kata yang sering di pakai cenderung luluh,yang jarang di pakai sering sering mucul tanpa peluluhan.
 Fonem C tidak luluh misal: contoh-mencontoh
 Awalan me- di tambahkan pada bentuk dasar bersuku satu kata,bentuknya berubah menjadi menge contohnya tes-mengetes
 Unsur serapan di perlukan berbeda beda bergantung pad afrekuensi dan lamanya kata terrsebut di pakai.
 Bentuk ulang mengusap-usap
 Jika per di pandang sebagai imbuhan,bunyi pe tidak di luluhkan sehingga dipakai bentuk mempercayai srharusnya memercayai,memperkarakan, sehrusnya memerkarakan,memperkosa seharusnya memerkosa.jikaper itu berupa suku kata,bunyi p diluluhkan sehingga digunakan bebtuk memergoki,memerlukan.
a.Morfofonemik prefiks per-
Kata dasar yang dibawah hurup r apabila dimasuki awalan per maka r-nya cukup satu hurup.Misalnya +rendah menjadi perendah,per+runcing menjadi peruncing.
b.Morfofonemik prefiks ber-
Kata dasar yang diawali hurup r apabila dim asuki awalan ber maka r-nya cukup satu.Misalnya:ber-ranting menjasdi beranting.
c.Morfofonemik prefik ter-
Kata dasar yang diawali huruf r apabila dimasuki awalan ter maka r-nya cukup satu.Misalnnya:ter-rasa menjadi terasa,ter-raba menjadi teraba. Jika suku jkata berakhiran dengan bunyi r,ter ada yang tetap ada yang te.
C. Tanda Baca
Tanda baca disebut juga dengan istilah pungutasi.Pungutasi yaitu kata yang dipakai dalam bagiqan kalimat tertulis yang dibuat berdasarkan unsur suprasegremental yaitu unsur bahasa yang kehadirannya berg antung pada kehadiran unsur segmental.Unsur ini terdiri atas tekanan keras,tekanan tinggi (nada) dan tekanan panjang.
1.Tanda Titik
a. Tanda titik di pakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
Contoh: Bapak sudah pergi kekantor
Catatan : karena kalimat tanya dan perintah atau seru mengandung pula pengertian penghentian akhir.
b. Tanda titik di pakai akhir singkatan nama orang.
Contoh: K.H.M.Sodikin
c.Tanda titik di pakai sebagai singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum.pada singkatan terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya di akai satu anda titik. contoh: Prof. Profesor
d. Tanda titik di pakai di belakang angka atau huruf dalam satu bagian ikhtisar atau daftar.contoh : III.Departemen Pendidikan Nasional
e. Tanda titik di pakai untuk memisahkan angka jam,menit,dan detik yang menunjukan waktu.
Contoh : Pukul 1.24.30(pukul 1 lewat 24 menit 30 detik)
f. Tanda titik juga dipakai untuk memisahkan angka jam,menit,dan detik,yang mneunjukan panjangnya waktu.
Contoh: 2.40.45(2 jam,40 menit,45 detik)
g. Tanda titik tidak di pakai untuk memisahkan angka ribuan.jutaan dan seterusnya yang tidakmenunjukan jumlah.
Contoh: Lihatlah halaman 454 dan seterusnya.
h. Tanda titik tidak di pakai dalam singkatan yang terdiri atas huruf huruf awal atau suku kata.atau gabungan keduanaya,tang terdapat di dalam badan pemerintah.
Contoh: TNI (tentara Nasional Indonesia)
i. Tanda titik tid ak di pakai dalam singkatan lambang kimia,satuan ukur,takaran timbangan,dan mata uang.
Contoh: Cu (kuprum)
j. Tanda titik tidak di pakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi tabel,
k. Contoh : Di Bawah Lindungan Ka’bah
2. Tanda Koma
Koma atau perhentian antara menunjukan suara menaik di tengah tengah tutur biasanya di lambangkan dengan tanda(,).Di samping untuk menyatakan perhatian antra(dalam kalimat),koma juga di pakai dalam ketentuan sebgai berikut:
a. pembilangan: contoh :Saya membeli /kertas ,pensil dan tita. Tanda koma di pakai di antara unsur unsur dalam suatu pemerincian dan
b. Tanda koma di pakai untuk memisahkan kalimat setara yang vsatu dari kalimat setara berikutnya yang di dahului oleh kata seperti tetapi dan melainkan.contoh: Saya ingin datanng,tetapi hariu hujan
c. Tanda koma di pakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengikuti induk kalimat.contoh: Kalau ada waktu,ayahku pasti datang
d. Tanda koma di pakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat denagn pada awal kalimat.
Contoh: Lagi pula,mengapa engkau harus mencampuri urusan itu.
e. Tanda koma di pakai di belakang kata kata seperti o,ya,wah yang terdapat pada awal kalimat.contoh : Ya,nasibnya sudah begitu
f. Tanda joma di pakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimatcontoh: “Insya Allah semua amanat Ayah akan ananda perhatikan,”katanya.
g. Tanda koma di pakai di antara 1) nama dan alamat 2) Tempat dan tanggal 3)nzmz tempat dan wilayah .contoh; Bandumg.15 Febuari 1990
h. Tanda koma dipakai untuk menceritakan bagian nama yang di balikan susunannya dalam da ftar pustaka,contoh: Prassley,Michel dan Cormik.
i. Tanda koma dipakai di antara nama orang atau gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakan dari singkatan nam keluarga atau marga.contoh:Ervi Nurazizah M.,MPD.,Dra
j. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan,di antara rupiah dan ,dan dalam bagianynya.contoh: 17,24 m
k. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.contoh: Guru Saya,Pak Ahmad,Pandai sekali
l. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhir dengan tanda taya.contoh ; ‘Dimana Saudara tinggal’?Tanya Karim?
3. Tnda Titik Koma(;)
Fungsi titik koma antara lain untuk melanjutkan kalmatnya dengan bagian bagian kalimat berikutnya,akan tetapi,di pihak lain dirasakan bahwa bagian kalimat sudah dapat di akhiri dengan sebuah titik.
a. Tanda titk koma dapat di pakai untuk memisahka bagian bagian kalimat sejenis serta.contoh : Mukanya bersinar:Hatinya berdebar-debar ;dia yakin akan lulus
b. Tanda titik koma dapat di pakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.contoh;Ayah mengurus tanaman dikebun;ibu sibuk bekerja di dapur;adik menghapal nama nama nabi.Mempergunakan titik koma akan terhindar dari kesalahan :
1) Berhenti secara tiba tiba pada suatu rangkaian kalimat pendejk yan g terpisah dan di akhiri dengan titik biasa.
2) Menghilangkan kejemuanpada suatu kalimat panjang yang di rangkaikan dengan kata atau kata sambung yang lain.
3) Menghindari kekaburan sebuah kalimat yang membelit belit yang di pisah oleh sebuah koma saja.

4.Tanda Titik Dua (:)
Tanda ini bisa di gunakan pada:
 Tanda titik dua di pakai pada akhir suatu pernyataan lengkap apabila didikuti suatu rangkaian atau pemerian. Contoh : Barang barang yang kta perlukan sekarang adalah sebagai berikut: kursi ,meja,dan lemari
 Tanda titik dua di pakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.contoh : Tempat Sidang : Ruang VI
 Tanda titik dua di pakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukan pelaku dalam percakapan.contoh : Mirna: “Enkau pergi sekarang?”
 Tanda titik dua tidak di pakai kala u rngkaian meruopakan pelengakap yang mengakhiri pernyataan.contoh : Kita memerlukan kursi,meja,dan lemari
 Tanda titik dua di pakai 1) di antara jilid 2) di antara bab dan ayat di antara kitab kitab suci 3) Diantara judul suatu karangan.Contoh: gatra,XVII (1987),5:45
5.Tanda Hubung
a. Tanda hubung menyambungkan sukuk suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian garis.contoh : Air yang terkontaminasi harus yang di sterilkan
b. Tanda hubung di pakai untuk menyambungkan awal dengan bagian kata di belakangnya .contoh : Cara baru mengajarkan bahasa Indonesia kepa orang Asing.
c. Tanda hubung di pakai untuk menyambungkan unsur unsur kata ulang.Contoh : rumah-rumah
d. Tanda hubung di pakai untuk menyambungkan huruf dalam kata yang di eja dan kata yang di pecah berdasarkan sukuny contoh : p-a-n-i-t-i-a
e. Tanda hubung di pakai untuk memperjelas hubungan bagian bagian ungkapan .contoh bandingkanlah hal ini:
gu-lai dengan gu-la-i
f. Tanda hubung untuk merangkaikan
 Se-dengan kata berikutnya yang di mulai dengan huruf kapital
 Ke-denagn angka
 Singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata.contoh :se-Jawa Barat
g. Tanda hubung di pakai untuk merangkaikan unsur bahasa Idonesia dengan bahasa Asing.contoh : di-Charter
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa indonesia dengan bahasa asing.contoh:di-charter
6.Tanda Pisah
a.Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yangmemberikan penjelasan khusus diluar bangun kalimat.Contoh:
Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b.Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.contoh:
Penemuan ini –evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom-telah mengubah persepsi kita tentang Rangkaian alam semesta.
c.Tands pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai atau diantara dua nama kota yang berarti “ke” atau “sampai”.


7.Tanda Elipsis (….)
a. Tanda elipsia menggambarkan kalimat yang terputus putus.
Contoh:Kalau mau….ya, ambilah!
b. Tanda elipsis menunjukan menunjukan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yag dihilangkan.
Contoh:
Sebab-sebab kemerosotan….akan diteliti lebih lanjut.
8.Tanda Tanya (?)
a.Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Contoh:Kapan dia masuk Islam?
b.Tanda tanya yang dipakai bersamaan dengan tanda seru berpungsi untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh:
Uangnya sbanyak 10 juta hilang?!
9.Tanda Seru.
a.Tabda seru dipa kai untuk mengungkapkan suatu pernyataan emosional yang kuat,contoh:
mustahil!Hal semacam itu tidak boleh terjadi!
b.dipakai untuk menyatakan suatu perintah.contoh:
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
c.Dipakai untuk menggambarkan kesungguhan dan ketidakpercayaan.contoh:
Masa!Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya.
10.Tanda ( )
a.Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.contoh:
DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai
b.Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang tiidak integral dengan pokok pembicaraan.contoh:
Sajak W.S Rendra yang berjudul “Kesaksian 1967” (sajak wajib dalam perlombaan baca puisi di UIN Sunan Gunung Djati) terdapat pada halaman 45.
c.tanda kurung mengapit angka atau hurup yang merinci satu seri ketera ngan angka atau hurup itu atau dapat di ikuti oleh kurung tutup saja.contoh:Faktor-faktor produksi menyangkut maslah yang berikut:
(1)alam a)alam
(2)tenaga kerja b)tenaga kerja
(3)modal c)modal
Faktor faktor produksi menyangkut masalah (a)alam (b)tenaga kerja (c) modal.


11. Tanda kurung siku [ ]
a.Tanda kurung s iku mengapit huruf,kta,atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda trsebu menjadi syarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.contoh:
Sang pemburu men[d]engar gaungan suara harimau.
b.Tanba kurung siku mengaoit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.contoh:
(perbedaan antara dua macam prosesi ini [lihat bab 1]tidak dibicarakan).



12.Tanda Petik (“…..”)
a.tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan naskah atau bahan tertulis lainnya.kedua pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi disebelah atas baris.contoh:
Ia mengatakan,”saya harus pergi”
b.tanda petik mengapit judul syair,karangan,dan bab buku apabila dipakai dalam kalimat.contoh:
Bacalah “”Bola Lampu” dalm buku dari Suatu Masa Dan suatu Tempat”
c.Tanda petik mengapit istilah yang masih kurang di kenal .contoh : Pekerjaannya itu di laksanakannya dengan cara “coba dan ralat”saja.
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.

BABA II
TATA KALIMAT
Kalimat merupakan bagian terkecil ujaran atau wacana yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketata bahasaan .Dalam bentuk lisan,kalimat diirinngi oleh alunan titinada,di sela oleh jeda,di akhiri oleh intonasi selesai,dan diikuti kesenyapan yag memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi.Dalam tulisan latin,kalimt di mulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik,tandatanya,atau tanda seru.
b.Unsur Unsur Kalimat
Razak (1992: 11) mengemukakan bahwa unsur kallimat adalah subjek,predikat,pelengkap,kata perangkai,kata penghubung,kata modalitas,frasa,klausa,dan bentuk absolut,akan tetapi unsur kalimat yang amat penting adalah suubjek dan predikat itu akan menentukan kejelasan.
c.Fungsi Sintaksis Unsur Unsu kalimat
Untuk mengetahui fungsi sintaksis maka perlu di ketahui unsur unsur kalimat diantaranya adlah :
 Fungsi subjek(subjek adalah bagian kalimat ayng menjadi dasar kalimat sehingga menjadi bagian penting sebagai pangkal pembicaraan)
 Fungsi predikat(Predikat adalah bagian kalimat yang memberikan penjelasantentang subjek.fungsi predikat dapat di ketahui dengan jalan mengajuka pertanyaan)
 Fungsi objek (Objek adalah bagian kalimat yang kehadirannya di tungtut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif.
 Fungsi pelengkap(Objek dan pelengkap memiliki kemirpan konsep keduanya sering berwujud nomina dan menduduki tempat yang sama di belakang verba.
 Fungsi keterangan(keteranga merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam yang paling mudah berpindah tempat.fungsi keterangan juga dapat diisi oleh klausa.




BAB III
KALIMAT EFEKTIF
A.Pengertian Kalimat Efektif
Bahasa adalah medium komunikasi bak lisan maupun tulisan.Kepiawaian seseorang dalam menggunakan bahasa – terutama merangkai kalimat –akan menentukan kejelasan sebuah pesan.Dalam ragam tulisan tujuan penulis akan tercapai apabila dikemas dengan jalinan kalimat ayng efektif
Ciri ciri kalimat Efektif
Agar dapat memebuat kalimat efektif,ada empat hal yang harus di perhatikan penulis,keempat tersebut adalah :
 Kesatuan gagasan
 Kepaduan atau koheransi (hubungan timbal balik yang baik dan yang jelas diantara unsur yang membutuhkan sebuah kalimat.
 Kesejajaran (Penggunaan bentuk gramatikal yang sejajar /sama unutk unsur unsur kalimat yang mempunyai jabatan yang sama).
 Kelogisan(logika atau jalan pikiran yaitu suatu proses berpikir yang berusaha menghubunghubungkan unsur unsur dalam kalimat sehingga unsur itu membentuk kesatuan pikiran yang masuk akal.






BAB IV
BABARAPA FAKTOR PENYEBAB
KETIDAK EFEKTIFAN KALIMAT
Berikut faktor faktor yang mengakibatkan kesalahan dalam penulisan atau ketidak efektifan suatu kalima :
 Kesalahan tata bahasa (Penggunaan tata bahasa yang benar sangat menentukan keefektifan sebuah kalimat).
 Ketidak logisan kalimat(Penguasaan kaidah bahasa belum menentukan keefektifan sebuah kalimat.Keefektifan kalimat didukung pula oleh jalan pikiran yang logis
 Ketaksaan Kalimat(Kalimat efektif memiliki daya informasi yang tepat dan cepat harus terhindar dari ketaksaan ,artinya kalimat tersebut tidak memiliki makna ganda
 Ketidakhematan kata(Dalam kalimat efektif tersirat pula keefisienan, Kerancuan kalimat(Rancu bearti kacau.Maksudnya ,struktur yang di bangun tidak tidak berarutaran sehinngga merusak kaidah bahasa.
 Kesejajaran kalimat(Dalam sebuah kalimat,gagasan yang sama fungsi dan kepentingannya di tempatkan dalam fungsi gramatikal yang yanng sama pula.Apabila dalam suatu gagasan di gunakan k ata benda,kata yang mendudukifungsi yang sama pun harus dengan kata benda)
 Pengaruh bahasa asing dan daerah( Setiap bahasa memiliki struktur dan kaidahnya sendiri .Struktur bahasa yang satu tidak dapat di gunakan pada struktur bahasa lainnya.1)Kata dimana adalah kontruksi bahasa innggris.
2) Kalimat dengan kata menghaturkan di pengaruhi oleh bahasa sunda yang sebenarnya belum di bakukan.


BAB V
PARAGRAF (ALINEA)
A.Pengertian Paragraf
Menurut kamus besar bahasa indonesia (2001:828)alinea adalah “bagian bab dalam suatu karangan(biasanya mengandungsatu ide pokok dan penulisannya di mulai dengan garis baru)”
Berdasasrkan beberapa devinisi Taringan (1996:11)membuat sejumlah ciri atau karakteristik paragraf sebagai berikut:
 Setiap paragraf mengandung makna ,pesan,pikiran,atau ide pokok yang relevan denga ide pook keseluruhan karangan;
 Paragraf di bangun oleh sejumlah kalimat
 Paragraf merupakan satu kesatuan ide pikiran
 Paragraf merupakan satu kesatuan yang koheran dan padat
 Kalimat kalimat dalam paragraf harus tersusun secara logis sistematis
B.Unsur-unsur Paragraf
Unsur unsur yang hahrus di penuhi dalam perbuatan sebuah paragraf ialah :
 Kalimat atau kata transisi(transition)
 Klaimamt topik (topicsentence)
 Kalimat pengembang (development sentences)
 Kalimat penegas (punch-line)
Adapun pola pola paragraf berikkut ini :
 Transisi (baik berupa kata maupun kalimat merupakan mata rantai penghubung antar paragraftransisi berfungsi sebagai jalan pikiran(penghubung) antara paragraf yang satu dengan yang lainnya.Kata kata transisional merupakan petunjuk bagi pembaca kearah ide pokok yang sedang bergerak.
Ada beberapa bentuk transisi di anaranya :
 Transisi berupa kata
 Transisi berupa kalimat
 Kalimat pengembang
Kalimat engembang atau kalimat terikat adalahkalimat ayang mendukung atau mengembangkan kalimat topik atau main idea.Kalimat Kalimat tersebut dalam pemaparannya tidak terlepas dari pokok pembicaraan kalimat topik
 Kalimat penegas
Kalimat penegas merupakan unsur paragraf yang terakhir.Fungsi kalimat penegas yaitu kalimat topik dan sebagai gaya penarik bagi para pembaca atau sebagai selingan untuk menghilangkan kejemuan
 Kalimat topik adalah kalimat yang merupakan pokok permasalahan dalam paragraf
Syarat-syarat pembentukan paragraf
 Kesatuan
 Kepaduan
B.Penempatan Gagasan Utama dalam paragraf
Penempatan gagasan utama dalam paragraf ada tiga cara seperti halnya orang berbicara atau membicarakan sesuatu.
Pertama,ada yang menceritakan pokok permasalahan terlebih dahulu lalu menerangkan atau menjelaskannya sampai pada bagian bagian yang kongkret atau khusus.Kedua,ada yang membicarakan sesuatu yang di mulai dari bagian bagian yang kongkrit atau khusus sehingga sampai pada simpulan umum.ketiga,membicarakan sesuatu ayng di mulai dari bagian-bagian konkret kemudian disimpulkan lalu di bicarakan lagi bagian bagian konkretnya.

BAB VII
JENIS PARAGRAF DAN
PENGEMBANGANNNYA

A.Jenis jenis paragraf
1.Paragraf Deduksi
Paragraf deduksi adalah cara berpikir umum ke husus.Pada paragraf ini penempatan kalimat topik selalu di awal.
2.Paragraf induksi
Paragaraf induksi adalah Paragraf yang pengembangannya pemaparan dari bagian-bagian terkecil atau hal-hal yang konkret hingga sampai kepada suatu simpulan yang bersifat umum .
3.Paragraf Campuran
Paragraf ini kalimat topiknya ada di tengah paragraf.di mulkai dengan kalimat pengembang setelah kata atu kalimat transisi kalau ada,setelah itu,kalimat topik di kembangkan lagi dan di akhiri oleh kalimat penegas kalau di perlukan.
Paragraf ini dengan cara membanding bandingkan topiknya.
5.Paragraf pertanyaan
Kalimat topik dalam paragraf ini berupa pertannyaan
6.Paragraf Sebab Akibat
Kalimat topik paragraf sebab akibat merupakan sebab atau akibat peristiwa peristiwa atau sifat objek yang di paparkan dalam kalmat pengembang.
7.Paragraf contoh
Paragraf contoh adalah pengembangan kalimat topik dalam sebuah paragraf dengan menggunakan contoh contoh.
8.Paragraf Perulangan
Pengembangan paragraf perulangan dengan cara mengulang kata atau kelompok kata.
9.Paragraf Definisi
Dalam paragraf ini kalmiat topiknnya merupakan suatu pengertian atauistilah yang memerlukan penjelasan secara panjang lebar agar maknanya mudah di fahami pembaca.
10.Paragraf Deskriftif
Kalimat topiknya dalam paragraf ini tidak tersurat seperti pada paragraf paragraf yang lain.
B.Teknik Berlatih Mengembangkan Paragraf
1.paragraf Bersama
Di susun bersama sama oleh beberapa orang mahasiswa atau kelompok belajar.
2.Mengatur kembali
Menyusun kembali kalimat kalimat yang tak beraturan 9acak) jadi sebuah paragraf
3.Menjawab Pertanyaan
4.Mengembangkan Pribahasa
5.Menganalisis Gambar
6.Mendeskripsikan Pengalaman
7.Menyelesaikan pengalama




BAB VII
MENUANGKAN GAGASAN DAN
MENGEMBANGKAN TOPIK KARANGAN
a.Menuangkan Gagasan
 Substansi (isi)
 Strategi
 Gaya
B.Mengembangkan Topik Karangan
1.Mencari dan Menemukan topik
Beberapa hal untuk untuk dapat di jadikan panduan untuk menemukan topik.
 Topik harus berasal dari dunia penulis sendiri
 Topik harus di selaraskan dengan pembaca yang di tuju
 Topik harus berdasarkan pada arti penting isi tulisan untuk di sampaikan
 Untuk memilih topik yang serasi,perlu juga mempertimbangkan waktu dan kesempatannya.Ketika Masyarakat sedang di landa demam politik,maka sangat tepat apabila topik karangan menyajikan seputar politik juga.
 Pertimabangan lain dalam menentukan topik yaitu kemudahan dalam mendapatkan bahan bahan karangan (sumber informasi atau kepustakaan)
2.Mengembangkan Topik
Kreatifitas setiap orang dalam mengembangkan topik yang sama akan berbeda dalam pengembangannya.Pengetahuan dan keterampilan memilih kata dan merangkai kalimat satu sama lain akan berbeda pula.
Pengembangan topik dapat dilakukan melalui : Penggunaan silsilah,gagasan,diagram pohon,dan diagram jam.
3.Membatasi Topik
Topik dapat di batasi berdasarkan:
 Waktu
 Tempat
 Personalnya
 Jumlah
 Penegasan sikap penulis terhadap topik dan pembaca
BABA VIII
KARANGAN
A.Penggolongan dan Jenis karangan
 Karangan Populer
Adalah karangan yang membahas masalah sehari hari dengan menggunakan ragam bahasa yang bisa di gunakan di masyarakat umum
 Karangan Ilmiah
Adalah karangan yang membahas masalah masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu tertentu.
 Karangan Ilmu Populer
Adalah karangan yang membahas masalah masalah keilmuan dengan dengan menggunakan ragam bahasa yang di pahami masyarakat umum.
 Surat
Adalah Karangan yang di gunakan untuk menyampaikan beragam persoalan dalam berbagai kepentingan
 Karangan Sastra
Adalah Karangan yang berisi cerita rekaan dengan bahasa,gaya,dan cita rasa yang indah.
Berdasarkan cara penyajiannya ,karangan terdiri atas beberapa jenis di antaranya:
 Karangan Deskripsi Adalah karangan yang mennggambarkan perrincian perincian yang menggambarkan perincian perincianmengenai obyek yang di bicarakan.
 Karangan Eksposisiadalah Hasil mengarang dan menguraikan atau memaparkan tenta g maksud dan tujuan.
 Cara cara yang bisa di sajikan dalam karangan ini ialah sebagai berikut:
a) Metode identifikasi
b) Metode Perbandingan
c) Metode Ilustrasi
d) Metode Klasifikasi
e) Metode Definisi
 Karangan Persuasi yang bertujuan meyakinkan pembaca agar melakukan sesuatu yang diinginkan penulis
 Karangan Narasi adalah sebuah bentuk wacana yang sasaran utamanya berupa tindak tanduk yang di jalin dan di rangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu.
 Karangan Argumentasi
Uraian untuk membuktikan sesuatu kebenaran yang di dasarkan pada proses penalaran penulis,yang akhirnya dapat di simpulkan.
B.Unsur Unsur Karangan
 Pendahuluan
 Bagian isi
 Bagian penutup
C.Penyusun kerangka Karangan
Untuk menyusun sebuah karangan yang baik dapat diacu urutan urutan sebagai berikut:
• Urutan Waktu (kronologis)
• Urutan Ruang (Spasial)
• Urutan Topik yang Ada
• Urutan Klimaks dan Anti klimaks
• Urutan Kausal
• Urutan Pemecahan Masalah
• Urutan Umum Khusus
• Urutan Familiaritas
• Urutan Aksepabilitas


BAB IX
KONVEKSI NASKAH
A.Bagian pelengkap pendahuluan

 Halaman Judul
 Halaman Pengesahan
 Halaman Persembahan
 Kata Pengantar
 Abstrak
 Daftar isi
 Daftar Tabel,Gambar,dan Keterangan
B.Bagian Tubuh (isi)
• Pendahuluan
• Latar Belakang Masalah
• Batasa Masalah
• Rumusan Masalah
• Tujuan Penggunaan Penelitian
• Kerangka Berpikir
• Metodologi/Prosedur Penelitian
• Organisasi Karangan
• Tubuh Karangan
C.Bagian Penutup
 Lampiran
Lampiran terdiri atas hal hal yang memperkuat hasil penelitian seperti alat pengambilan data.
• Apendik adalah daftar istilah,nama orang,kata-kata asing,dan lain lain.
• Bibliografi adalah dafta r buku-buku,artikel, dan laporan penelitian yang di pakai sebagai sumber teor atau kutipan sebagai sumber dalam rujukan dalam penelitian.
• Riwayat hidup d alam riwayat hidup terdapat:
 Tanggal dan tempat peneliti di lahirkan
 Riwayat pendidikan peneliti d ari awal sampai akhir
 Pengalaman pengalaman khas yang berkaitan pendidikan dan pekerjaan atau karir peneliti sejak dulu sampai sekarang
D.Bagian Tambahan
• Kertas
• Pias
• Nomor Hlaman
• Spasi Ketikan




BAB X
ARTIKEL,MAKALAH DAN PAPER
A.Artikel
Adalah tulisan lepas berisi opini seseorangyang mengupas tuntas suatu masalah tertentu bersifat aktual dan kadang kadang kontrofesial dengan tujuan untuk memberi tahu(informatif),mempengaruhi,meyaknkan dan meghiburkan halayak pembaca.
2.Langkah Langkah menulis Artikel
• Mencari ide
• Menetapkan topik
• Menetapkan Judul
• Merumuskan Tesis
• Membuat Kerangka Karangan
• Mencari Referensi
B.Makalah
1.Pengertian
Makalah adalah karya tulis yang bersifat resmi tentang sesuatu pokok yang di maksudkan untuk di bacakan di muka umum dalam suatu persidangan yang serng di susun untuk di terbitkan.
2.Unsur unsur makalah
 Halaman sampul
 Pendahuluan
 Pembahasan
 Penutup
 Daftar Pustaka/Referensi

3.Langkah langkah menyusun makalah
 Menentukan ide
 Menentukan topik
 Membuat tesis
 Membuat judul
 Membuat kerangka karangan
 Penutup Referensi
C.Paper
1.pengerian paper
Paper hampir sama dengan makalah .biasa nya di pakai untuk memenuhi tugas dari para dosen,dalam rangka mengetahui tingkat pengetahuan yang di peroleh oleh mahasiswa pada mata kuliah tertentu.
2.unsur paper
 Halaman Sampul
 Kata Pengantar
 Daftar Isi
 Isi
 Daftar Pustaka
3.Langkah langkah membuat paper
• Menentukan ide
• Menentukan topik karangan
• Membuat tesis
• Membuat judul
• Membuat pendahuluan pada bab I
• Membahas masalah pada bab II
• Membuat kesimpulan pada baba III
• Memebuat daftar pustaka
• Memebuat daftar isi
• Membuat kata pengantar
• Membuat halaman sampul



BAB XI
LAPORAN DAN SKRIPSI
A.Laporan
1.Laporan Buku
Laporan Buku adalah karya ilmiah yang mendemonstrasikan pemahaman penulis terhadap isi buku di sertai pandangan penulis terhadap isi sumber yang di bacanya.
Sistematika penulisan laporan,seperti halnya sistematika tulisan tulisan lainnya,yakni pendahuluan,isis komentar,dan simpulan.
2.Laporan Penelitian
Ada dua jenis laporan penelitian diantaranya:
 Laporan Kuantitatif(isis pokoknya berisi apa yang di teliti ,obyektif,lugas,bagaimana penelitian di lakukan,hasil-hasil serta kesimpulan penelitian.
 Laporan Penelitian Kuantitatif (di maksudkan untuk mengunngkapkan gejala atau fenomena secara menyeluruh dan kontekstual.
B.Skripsi
Hasil penelitian yang di susun dalam sebuah karya baik di lappangan maupun perpustakaan,untuk di pertanggung jawabkan.
Bagian Bagian skripsi
BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
b) Rumusan Masalah
c) Tujuan Penelitian
d) Kegunaan Penelitian
e) Lerangka Berfikir
f) Langkah langkah Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI
BAB II DATA DAN PEMBAHASAN
Daftar pustaka,lampiran-lampiran dan riwayat



BAB XII
PENERAPAN KETERAMPILAN
BERBAHASA PADA TATARAN PRAKTIS

A.Penyusunan Definisi

Ada suatu syarat yang harus di penuhi yaitu berupa konsistensi(keajekan)
Definisi terdiri atas dua bagian yaitu bagian yang di definisikan*(definiendum) dan bagian yang mendefinisikan(definies)
B.Jenis Definisi
1.Definisi umum
Definisi umum terbagi dua kategori yaitu sebagi berikut;
 Definisi nominal
 Definisi formal(biasa di sebut definisi logis,definisi klasifikasi,dan definisi diferensiasi
2.Definisi Personal
Definisi personal terbagi menjadi dua bagian yaitu:
 Definisi oprasional
 Definisi luas
C.Reproduksi tulisan
1.Ringkasan dan Ikhtisar
Ada empat langkah untuk menyusun ringkasan yang baik dan teratur diantaranya adalah:
 Membaca naskah Asli
 Mencatat Gagasan utama
 Membuat Reproduksi
 Ketentuan tambahan.
2.Resensi Sinopsis
Adapun sistematikapenulisan resensi adalah sebagai berikut:
 Menuliskan sumber bacaan dan dalam tahap ini harus di tuliskan identitas buku seperti jumlah halaman ,nama penerbit,dan nama penulis
 Mengklasifikasikan jenis buku tersebut
 Mengungkapkan keunggulan buku baik dari segi kerangka nuku tema,bahas yang di gunakan dan keunggulan bukku secara keseluruhan
 Nilau buku
D.Penulisan Kutipan,Catatan Kaki,dan Bibliografi
1.Penulisan Kutipan
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang yang trkenal baik yang terdapat dalam buku buku maupun majalah.
2.Cara-cara mengutip
 Kutipan Langsung yang tidak lebih dari empat Baris
 Kutipan langsung lebih dari empat baris
 Kutipan tidak langsung
 Kutipan yang di masukan langsung dalam teks atau dalam dalam catatan kaki seandainya menganggu teks
3.Penulisan catatan Kaki
Catatan kaki yaitu keterangan keterangan atas teks karangan yang di tempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan.
a) Tujuan
b) Prinsip
c) Jenis catatan kaki
d) Unsur unsur referensi
4.Penulisan Biiliografi
Bbliografi atau daftar kepustakaan adalah sebuah daftar yang berisi judul buku ,artikel, dan bahan bahan penerbitan lainnya,yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau sebagian karangan yang tengah di garap .yang berfungsi untuk mmemeperjelas catatan kaki yaitu dengan penambahan keterangan.
Unsur unsur biblliografi
 Nama pengarang
 Judul buku
 Data publikasi
 Untuk artikel di perlukan pencantuman judul artikel,nama majalah.jilid,nomor.dan tahun.
Macam macam bibliografi adalah sebagai berikut:
 Buku besar
 Buku khusus
 Buku pelengkap
E.Penulisan Transliterasi Arab-Indonesia
Mencakup d iantaranya:
 Konsonan
 Vokal